FACHRUDDIN
Aktualisasi Filofi Perjuangan Para da'i dan Ulama Nusantara.
Ringggg telepin berdering ... suara diujung sana meminta saya untuk memberikan ceramah tentang falsafah perjuangan dakwah Islam. Tampa pikir panjang permintaan lewat telepon ini saya iyakan saja. Lalu sipeminta mengatakan bahwa ceramah ini akan disampaikan di depan forum peserta Masa Kasih Sayang (Makasa) Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah (IMM) Bandar Lampung. Setelah hubungan telepon terputus baru saya agak tersentak tentang materi apa sebenarnya yang dinginkan oleh panitia melalui tema itu. Tapi ... ach ..., aku berpikir positif saja. berarti saya akan diberikan kebebasan, tinggal lagi nantinya menyesuaikan waktu, yang juga kucoba untuk menebaknya sendiri, bahwa waktu yang tersedia adalah 2 jam pelajaran @ 45 menit, artinya saya mengisi acara itu selama 90 menit, dari waktu yang tersedia saya harus menyisihkan waktu sekitar 25 menit untuk berdialog dengan lebih akrab dengan para peserta.
Saya akan membicarakan masalah falsafah perjuangan dakwah ini mulai dari apa yang dilakukan oleh para da.i ulama Nusantara. Perjuangan ulama Nusantara sangat menarik untuk dibahas karena pada saat itu hampir 99% penduduk buta huruf, tidak berpendidikan, dan kepercayaan yang mereka anut adalah animisme, walaupun ada juga yang Hindu dan Budha. Ada dua masalah besar yang harus dilakukan oleh para dai pada saat itu pertama membuat ummat melek hurus dan berkehidupan secara terpelajar.
Tetapi memang dapat dikatakan luar biasa berhasil karena pada saat itu akhirnya para ulama dan dai berhasil membuat 90% penduduk menjadi melek huruf, walaupun pada saat melek huruf yang dimaksud adalah huruf al-Quran. dengan kemampuan masyarakat membaca huruf al-Quran maka ummat juga memiliki kemampuan membaca berbagai kitab yang diterbitkan pada saat itu yang ditulis dengan huruf Jawi.
Yang dimaksud dengan huruf Jawi adalah huruf Arab yang digunakan untuk menuliskan kata kata bahasa
Indonesia, dengan kemampuan mereka membaca al-Quran maka dengan mudah para ulama Nusantara menuangkan pemikirannya, dan tulisan tulisan itu dapat dibaca oleh ummat. Puluhban dan bahkan ratusan kitab berhasil diterbitkan baik dalam bentuk tulis tangan maupun cetak, baik masalah agama maupun sejarah, seni dan kebudayaan lainnya.
Kitab kitab jawi ini tersebar di Nusantara, Malaysia, Brunai, Thailand dan juga Singapura. Kitab kitab itu diterbitkan secara menyebar, termasuk di Singapura, seperti ada tulisan orang Indonesia yang selamat dari Tsunami Krakatau, yang tulisannya diterbiutkan di Singapura tahun 1883, yang belakangan disebut Naskah Lampung Karam, Naskah yang ditulis dengan huruf jawi ini menjadi istimewa karena justeru baru ditemukan oleh seorang peneliti naskah kuno dari Padang pada tahun 2000-an dari beberpa tempat, antara lain Singapura, Indonesia dan belanda, peneliti itulah yang membuat kitab ini menjadi utuh kembali.
Huruf Arab juga dijadikan oleh para ulama Nusantara menjadi huruf pegon, pegon berasal dari kata pegok yang artinya tak beraturan. Huruf pegon adalah huruf Arab yang digunakan untuk menuliskan kata kata dari bahasa Jawa, Sunda maupun banten. Huruf pegon yang semula banyak digunakan untuk menuliskan terjemahan al-Quran dan hadis, tetapi perkembangan lebih lanjut digunakan juga untuk menuliskan naskah naskah kitab yang ditujukan kepada masyarakat Jawa, Sunda dan Banten dan lain lain.
Diyakini mencapai seribuan kita yang ditulis baik dengan huruf Jawi maupun pegon, tetapi yang masih mungkin diketemukan sekarang baru mencapai ratusan kitab saja, yang sebagainnya yang dinilai
masih memiliki prospek ditulis ulang oleh Kemenag untuk bisa dijadikan referensi oleh mahasiswa dan pelajar, serta pihak lain yang berminat.
Selain itu ulama Nusantara juga lazim menulis dengan huruf lokal, seperti huruf Jawa umpamanya untuk menuliskan berbagai masalah. Dari kitab kitab itu diketahuilah bahwa para ulama dahulu ada beberapa hal yang berusaha ditempati (1) pertama dekat dengan Pemerintahan, (2) menguasai perdagangan, (3) dan menguasai teknologi. Munculnya kitab wulangreh dilatar belakangi oleh rasa tanggungjawab para ulama untuk memperbaiki tata kehidupan yang opada abad 19 menunjukkan berbagai penyimpangan dari nuilai nilai tatakerama budaya yang dianut sejak lama serta aturan agama. Wulangreh yang diartikan sebagai pelajaran bagi para raja yang isinya diilhami oleh Kitab Nizamul Mulk.
Jelas sulit para ulama dan da'i untuk masuk ke dalam istana, karena sistem pemerintahan kerajaan sangat terikat dengan darah biru, tetapi bukan berarti tidak ada celah bagi para ulama dan da'i untuk mempengaruhi kerajaan, gagasan gagasan para ulama dan da'i bahkan dapat disebarkan melalui titah raja secara langsung. yang jelas bahwa para ulama dan da'i tidak akan melakukan pembiaran terhadap bernagai penyimpangan, baik penyimpangan terjadi dikalangan kerajaan maupun di lingkungan masyarakat, Kitab Wulangreh adalah sebagai buktinya.
Para da'i dan ulama Nusantara memiliki akses ke lingkungan kerajaan karena para da'i dan ulama itu terdiri dari orang orang yang menguasai teknologi. Para da'i dan ulama menguasai berbagai ilmu pengetahuan, seperti sejarah, pemerintahan dan bahkan sampai dengan kesehatan. Dahulu da'i umumnya merangkap tabib melengkapi kemampuannya dalam ulah kanuragan. Bila seorang da'i datang untuk berdakwah, mereka yang datang bukan hanya yang sehat sehat saja, tetapi justeru semakin berat sakit yang diderita, semakin wajib rasanya untuk menghadiri ceramah dari sang da'i lantaran para da'i itu sangat mahir melakukan pengobatan karena umumnya setiap da'i ternama semakin menguasai ilmu ketabiban.
Selain menguasai dan memahami berbagai rempah rempah untuk pengobatan, para ulama dan da'i memiliki do'a do'a dirasakan oleh masyarakat demikian mujarabnya. nasehat nasehat merekja tentang kesehatan demikian sangat akuratnya, apalagi dilengkapi dengan dalil dalin nash baik al-Quran maupun hadis. dan yang sangat istimewa adalah sebagian besar diantara mereka yang sakit iyu bergerak sembuh setelah jumpa, diobati dan dido'akan oleh sang ulama atau da'i.
Seorang da'i yang ternama era dahulu sekaligus juga sebagai saudagar yang sukses. Memang seorang da'i harus kaya dan berkecukupan. Bagaimana mungkin seorang da'i akan menganjurkan ummat untuk rajin melakukan sholat duha, untuk meminta rejeki dari Allah, sementara dia sendiri hidup dalam kekurangan. berkaca kepada keadaan sang da'i maka tentu saja tidak akan banyak hasilnya dari dakwah itu.
Mantaaap, analisa yang luar biasa, dimuat di Jurnal donk Pak..Muslimin
ReplyDeleteTrims .... di sini saja cukup ... alhamdulillah
ReplyDelete