Sunday, September 30, 2018
G 30 S PKI JANGAN TERULANG LAGI.
PENGHIANATAN Partai Komunis Indonesia (PKI) terlalu kejam dan biadab serta berulangkali tidak boleh terulang, tragedi ini tak boleh lagi menimpa anak bangsa. Keamanan masyarakat Bangsa harus dilindungi, dan tentu saja harfapan kita TNI yang kita lahirkan dari Rakyat tetap memiliki kemampuan untuk melindungiu bangsa ini dari ancaman Komunis yang nampaknya masih belun sirna dari bumi pertiwi ternta ini. Dahulu TNI, Ulama dan Ummat Islam bersatupadu menumpas G 30 PKI, karena memang PKI sendiri juga nampaknya mengarahkan serangannya kepada TNI, Ulama dan Ummat Islam. Semoga sejarah ini selalu tercatat sebagai sejarah kelam, namun tak boleh di lupakan, karena ternyata Komunis tak pernah lelah untuk kembali eksis dan mungkin akan beraksi.
Terlalu bodoh bagi PKI atau Komunis bila kemunculannya kembali ke bumi pertiwi ini dengan jubah komunisnya, dipastikan dia akan menyaru dengan jubah kebesaran lainnya, kalaupun sempat memakai baju kaos dan berlambang Palu Arit yang merupakan lambang yang telah terlarang itu tak lebih hanyalah sebagai ujicoba belaka, untuk mengetahui bagaimana reaksi masyarakat utamanya TNI, Ulama dan Ummat Islam merupakan pihak yang benar benbar dilukai PKI itu. Sedapat mungkin mereka akan tampil dengan jubah kehormatan lainnya dan mereka akan nyaman dibalik jubah itu. Dipastikan mereka sebisa mungkin harus dekat dengan Penguasa, atau setidaknya memiliki kemampuan berkomunikasi baik dengan penguasa, dengan berbagi cara tentunya. Mereka bisa kembali secara menyaru, keduania pendidikan atau lembaga lainnya yang langsung bisa melakukan sesuatu yang berarti, bagi mereka.
Bila dahulu mereka memusuhi TNI, bukan tidak mungkin mereka akan menelusup ke tubuh TNI dan merusak dari dalam, Jika dahulu mereka menyerang ulama, maka bukan tidak mungkin mereka akan menyaru sebagai ulama, atau orang dekat yang mampu mempengaruhi ulama, jika dahulu mereka memusuhi ummat Islam, maka bukan tidak mungkin mereka kembali dengan menyaru sebagai kelompok Islam. Dan bukan tidak mungkin mereka akan menyaru dengan identitas apapun untuk mencapai tujuan mereka. Tetapi bagaimanapun mereka tak akan mampu menutup nutupi gerakan gerakan mereka, mereka akan kesulitan menutup nutupi kebencian mereka kepada TNI, Ulama dan Ummat Islam Indonesia, sekali Komunis ya tetap komunis, kendati jubah apapun yang mereka pakai. itulah karakter sejati Komunis. Oleh karena kewaspadaan harus ditanamkan kepada pihak manapun sebagai anak negeri..
Kita harus berterima kasih kepada pihak manapun yang tak gampang melupakan penghiatan PKI dan Komunis lainnya, karena dengan kegigihan dan kekekehan untuk menolak kembalinya Komunis di Indonesia sedikit banyaknya akan menyulitkan Komunis untu kembali sehingga tidak mudah bagi mereka untk melakukan penghianatan yang biadab untuk kesekian kalinya. Maka kenalilah identitas mereka secara seksama, karena jika dahulu mereka telah menghianati NKRI, Pancasila dan UUD 1945, boleh jadi justeru kini merekalah yang paling nyaring meneriakkan NKRI, Pancasila, dan UUD dan paling mudah menuduh pihak lain anti NKRI, Pancasila dan UUD 1945. Tetapi isi otak mereka adalah Komunis In donesia. Namanya juga Penghianat. PeKa Iiii.
Friday, September 28, 2018
DARI NASAKOM SAMPAI KE ISLAM NUSANTARA
TULISAN INI tidak seserius judulnya karena dari judul itu memiliki rentang waktu yang sangat luas, melilit ke kanan dan kiri bahkan atas dan bawah, artinya membutruhkan sejumlah data yang cukup rumit karena hal ini sangat terkait dengan ijtihad politik plus ambisius yang meledak ledak dan kurang mempertimbangkan kanan kiri, walaupun biasanya berakhir teragis bagi sipemilik gagasan terutama manakala tak didukung kekuasaan, atau kekuasaan terlepas dari genggaman, dan lebih tragis lagi kesemuanya tak memiliki kemanfaatan yang dirasakan secara abadi bagi masyarakat Bangsa dan Negara. Nasakom adalah gagasan yang dijual oleh Presiden Soekarno sedang Islam Nusantara digagas dan diperjuangkan Said Agil Siraj sebagai Presiden NU. Hanya saja bedanya bahwa Nasakom ditandai dengan benturan eksternal, sedangkan Islam Nusantara lebih menciptakan benturan atau bahkan keretakan internal Islam belaka.
<!-more->
Masyarakat Indonesia itu mungkin adalah masyarakat yang paling majemuk di dunia, sehingga harus merasa berkewajiban untuk berijtihad bagaimana caranya menciptakan sistem perekat yang akan dirasakan kesejukannya bagi semua pihak. Rata rata mereka mengalami kekeliruan yang fatal dan berakhir secara tragis karena gagasan itu bukan disetting kedalam konstitusi tetapi justeru akan dilebur dalam ideologi, atau agama atau kepercayaan, yang sesungguhnya bagi masing masing justeru ideologi, atau agama atau kepercayaan adalah merupakan sesuatu yang final. Sedangkan konstitusi juga adalah sesuatu yang dianggap final tetapi memiliki celah untuk bisa diperbahatrui. Upaya membuat perekat akan menjadi sedikit terhormat apabila tidak dilatar belakangi oleh keinginan untuk berkuasa, karena ambisi untuk kuasa justeru akan jatuh secara hina.
Soekarno kita catat sebagai tokoh yang memiliki ambisi untuk menyatukan keanekaragaman bangsa ini dengan menggatukkan antara Nasional-Agama dan - Komunis (Nasakom), sebelumnya tokoh yang berusaha merekat Bangsa adalah HOS Cokroaminoto, KH. Agussalim dan masih banyak tokoh lainnya. Tetapi karena Soekarno adalah seorang Presiden yang memangku kekuasaan, jadi bukan hanya gagasan tetapi juga action program. Sayang terjadi pemberontakan demi pembrontakan yang dilakukan oleh pihak Komunis sehingga Soekarno sebagai pengusung gagasan ini sering direpotkan oleh pembelaan demi pembelaan agar keberadaan Komunis dapat selalu dipertahankan. Itulah sebabnya dengan penuh keraguan Soekarno tak mampu melakukan sesuatu ketika masyarakat menuntut pembubaran PKI Komunis, sementara beliau berkeinginan agar Komunis tetap eksis sebagai pembenaran atas gagasan yang menjadi kebanggaannya.
Nurcholis juga pernah tercatat sebagai tokoh yang berusaha menciptakan kompromi merekat bangsa dengan menciptakan "Islam Yes, Partai Islam No", jelas ini gagasan yang tidak cerdas, gagasan ini sekedar menyenangkan hati Penguasa, yaitu Rezim Soeharto yang memang sedang berusaha memperkecil peran politik Islam dengan berbagai cara. Gagasan Nurcholis Majid dipastikan tidak populer, entah untuk siapa Nurcholis merumuskan gagasannya, nampaknya beliau ingin dicatat sebagai tokoh yang duduk manis di mata Soeharto. Tegas saja Nurcholis gagal.
Dengan segala keterbatasan pemahamannya terhadap Islam, Soeharto pernah juga bermimpi untuk menjadikan Aliran Kepercayaan sebagai perekat. Beliau memang seorang penganut Kejawen tetapi merasa sebagai Muslim sejati. Dan memang info yang beliau dapatkan bahwa Kepercayaan itu adalah sesuatu yang terdapat diseluruh wilayah Indonesia. Beliau nampaknya berharap antara Kepercayaan itu menyatu dengan agama, ada Kejawen yang dekat dengan Islam, dan di daerah daerah lain Kepercayaan itu dengan agama agama yang ada, sehingga perannya Aliran Kepercayaan menjadi perekat dari berbagai perbedaan. Aliran kepercayaanpun sebagai bidang binaan dari Kementerian Agama. Walaupun biaya program ini cukup besar dan bisa lebih besar lagi, dan buku buku pendukung sudah mulai beredar, tetapi tetap saja masyarakat menolaknya. Dan Alira Kepercayaan dikeluarkan dari Kementerian Agama dan dipindahkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Aliran Kepercayaan bukan agama dan tak boleh mengarah ke agama baru. Suharto gagal memebuat perekat.
Lalu bagaimana dengan Islam Nusantara yang konsepnya masih mentah, dan tampa dukungan literasi yang telah tersedia. Dengan demikian posisi Islam Nusantara sangat lemah untuk dijadikan perekat bangsa. Apalagi sejak awal telah dikatakan bahwa Islam Nusantara tidak seperti Islam yang telah diturunkan di Tanah Artab dan dalam Bahasa Arab. Ini adalah awal yang buruk bagi penggagas, jika memang menginginkan label Islam sebagai prekat, seyogyanya internalk Islam dikokophkan dahulu, bukan sebaliknya justeru menciptakan keretakan dalam Islam, ketidaksukaan terhadap Arab jangan dijadikan jargon dalam berjuang, karena Islam tak terpisahkan dengan perkembangan Islam dan cara memahami Islam itu sendiri. Jika akan menulis tentang Islam maka bahasa Arab tak akan bisa ditidakkan.
Sulit membayangkan kajian terhadap Islam tampa memahami bahasa Arab. Menghindari penerbitan literatur dengan cara menghindari bahasa Arab dan literatur klasik yang ditulis oleh para ulama Arab atau dalam bahasa Arab menjadi hal yang nyaris mustahil. Studi Islam bukanlah dengan cara melihat politik Arab dan Timur Tengah pada perkembangan terakhir saja, ada keteladanan dari para ulama sambung menyambung atas petunjuk dan bimbingan Allah. Jangan sekali kali kita ingkari.
Jika gagasan Islam Nusantara ini hanya sekedar menyenangkan hati dan politik Rezim Penguasa di Indonesia yang kini dikomandani oleh Presiden Jokowi yang sudah melalui satu Periode, dan paling lama tinggal satu periode lagi. Untuk selanjutnya tak ada jaminan sikap politik Jokowi masih akan diteruskan oleh penguasa berikutnya. Lalu berapa buku yang bisa diterbitkan.
Atau Islam Nusantara adalah dalam mengapresiasi segala thesis Barat tentang Islam, jika dimaksudkan untuk untuk menyenangkan penganut thesis Barat tentang Islam, maka ini akan lebih parah lagi, akan lebih konyol dari gagasan Nurcholis Majid. Dan Baratpun tahu bahwa thesisnya itu penuh jebakan, Bukan hanya Barat, ummat Islampun banyak tahu itu. Penggagas Islam Nusantara harus berfikir jernih apakah gerakan ini merupakan gerakan fragmatis belaka, atau benar benar akan menciptakan perekat bangi bagi bangsa.
Bila benar benar akan menciptakan perekat bagi Bangsa yang majemuk ini, maka yang harus diformulasi ulang adalah konstitusi kita, bukan justeru Islam yang akan diformat ulang. Konstitusi harus menjadim eksistensi semua kelompok, fungsi Pemerintah adalah menjamin keterlindungan semua pihak, bukan dengan cara memihak kepada satu pihak serta memusuhi pihak lain. Secara bertahap regulasi yang ada diperbaiki sedemikian ruipa untuk keterjaminan semua pihak agar terjamin keberadaannya. Semua sama di mata hukum.
Pada saat ini keberpihakan Pemerintah kepada kelompok tertentu dan secara transparan memusuhi kelompok lain. Dalam formulasi konstitusi dan regulasi, maka bisa jadi yang harus diformat ulang bukan ummat atau rakyat, tetapi sesungguhnya justeru Pemerintah yang harus diformat ulang. Bukan ajaran Islam.
ISLAM NUSANTARA DAN KONSEP PECAHBELAH
ISLAM NUSANTARA semakin lama semakin jelas ujudnya sebagai upaya memecah belah Islam glbal, sehingga Islam menjadi terpecah secara relatif, dan tak bedanya dengan pluraritas, yang satu merasa lebiuh dari yang lain sehingga kesimpulan akhir tak ada Islam yang disepakati karena semua bagian dari Islam itiu adalah sesuatu yang sangat mungkin diingkari, karena dalam Islam pluralis penuh dengan kajian kajian kritis terhadap sesama ummat Islam, sehingga Islam Nusantara adalah secara langsung dan tak langsung akan menyuburkan Islam pluralis.
Kajian Islam Nusantara sejatinya menjadi tersudut, walaupun NU secara Struktural menerimanya, tetapi sangat mengejutkan ketika Islam Nusantara ini merupakan perjuangan yang akan diusung oleh KH Makruf Amin terkait dirinya dipilih sebagai sesuatu yang akan diperjuanmgkannya, maka tentu saja ini menjadi masalah yang cukup mengejutkan. Apalagi selama ini kita tahu bahwa politik Presiden Jokowi tidak sejalan dengan aspirasi ummat Islam. Jokowi tak menginginkan Islam dikaitkaitkan dengan masalah politik, yang nantinya tentu saja akan mengait ke masalah ekonomi, sosial dan bdayam, atau i-po-lek-sos-bud.
Tetapi nanti akan lebih bijak jika menunggu konsep yang mungkin sekarang sedang disusun sebagai visi, misi pasangan Jokowi - Makruf Amin, walaupun nantinya, berdasarkan pengalaman kita sekarang Jokowi tidak akan merasa trerikat dengan apa yang dikampanyekannya, walaupun Nawacita didengung dengungkan pada masa kampanye, nyatanya itu tidak terlalu mengikat bagi Jikowi setelah menduduki jabatannya. Bahkan sejumlah janjinya sama sekali tak digubris bahkan dilanggarnya sendiri. Artinya visi missin Jokowi - Makruf Amin tidaklah menjadi sesuatu patokan.
Selama ini serasa Islam seperti di kroyok oleh penganut skulair dan pemiran liberalis, tentang banyak hal yang dari sudut agama khususnya Islam yang berseberangan antara lain LGBT, zina dan lain lain yang telah banyak pihak yang memperjuangkannya sebagai pilihan. Mereka tak ingin diatur atur sampai ke masalah private seperti tidur berdua dengan siapa di kamar. Atas dukuingan Barat dan dengan biaya yang sangat memadai nampaknya mereka telah memiliki kemenangan demi kemenangan. Dan harus diakui bahwa posisi Islam dalam hal ini sedang tersudut. Islam kini sedang disudutkan oleh skularisme dan liberalisme, jangan sampai konsep Islam Nusantara justeru ditunggangi oleh konsep konsep yang menyudutkan Islam secara keseluruhan.
Wednesday, September 26, 2018
ISLAM NUSANTARA BERKAH ATAU PETAKA ... ?
AGAMA ISLAM, Sebagai Rahmatan lilalamin,memang berhasil menjadi perekat ummat sedunia yang mengimani Allah dan Rasulnya, lalu para ulama dijadikan sebagai pewaris Nabi sepeninggal Rasulullah Muhammad SAW yang tersebar dimuka bumi. Tentu hubungan antar sesama Saudara seiman harus kita pelihara seutuh mungkin karena berkah memang akan diturun kepada ummat yang berhasil menjaga keutuhan berjama'ah, dalam waktu bersamaan kita harus berusaha menjaga dan mengutamakan persatuan dan kesatuan Ukhuwah Islamiyah. Dalam waktu bersamaan kita harus mengantisipasi segala sesuatunya yang bisa mengembangkan potensi perpecahan antara satu dengan yang lain, karena perpechan sudah bisa dipastikan akan melemahkan Islam itu sendiri.
Berapa tahun terakhir kecemasan sebagian ummat Islam dengan kemunculam gagasan dan program yang dinamakan "Islam Nusantara" Nampaknya gagasan ini lebih didominasi kelompok (relatif) muda yang memiliki gaya pemikiran yang liberal, bahkan ada yang mengatakan pemikiran Islam Nusantara sangat diwarnai oleh pemikiran dan pertimbangan politik keindonesiaan yang dalam hal ini pertimbangan dan narasi yang berkembang menyebarkan aroma fragmatis, tetapi yang lebih mengejutkan adalah disampaikan oleh seorang tokoh yang baru pulang dari kunjungan persahabatan secara pribadi ke Israel, Dia mengatakan Islam yang murni adalah Islam Nusantara, sedangkan Islam yang turun di wilayah Timur tengah adalah Islam abal abal.
Wajar bila kecemasan ini semakin mencekam, mengapa pernyataan itu justeru diumumkan sepulang dari Israel, walaupun sejatinya pernyataan Islam Nusantara telah disebut jauh sebelumnya oleh tokoh yang lain. Ditambah pula terakhir Islam Nusantara dipertegas lagi oleh tokoh sepuh KH. Makruf Amiin yang pada saat sekarang sedang Nyawapres, maka ummat tergirim ke pola pemikiran politis. Ya memang sejak awal kemunculan Islam Nusantara lebih berwarna politis ketimbang theologis, walaupun akhir akhir ini dipertegas dengan narasi praktik ibadah yang dianut oleh kita selaku penganut ahlusunnah waljama'ah, tetapi oleh sipembicara dipersempit menjadi kelompok Nahdiyyin, walaupun tidak bisa diklaim begitu saja, karena dalam kelompok Nahdiyyin sendiri dikanal dengan Nahdiyyin Struktural di satu pihak dan kultural di pihak lain, yang di dalam banyak hal menunjukkan perbedaan bahkan pertentangan.
Islam Islam sepertri akan membelit kemana-mana dalam banyak aspek sosial dan politik. karena aspek theologis akan sulit bersaing dengan kitab kitab klasik abad awal di Timur Tengah, yang akhir akhir ini lebih banyak dipopulerkan oleh ulama ulama muda. Yang jujur saja demikian banyaknya perbedaan akibat kekurangan konsisten informasi yang pernah dialami. Informasi dari sumber awal banyak disampaikan oleh Ulama muda yang demikian akrab dengan sejumlah media sosial utamanya Youtube. Ban yak mereka yang terbilang muda atau setidaknya generasi awal kelompok milenial seperti menemukan sesuatu yang sahih dari kitab klasik yang mengalami keterlambatan diviralkan. Ya ..., mereka berguru dengan memanfaatkan Youtube, demham tokoh tokoh muda alumni Timur Tengah. Yang tal segan berdalih dan bersandar dengan memanfaatkan kitab klasik sebagai media sumber belajar.
Kita berharap walaupun nantinya kelompok pendukung Islam Nusantara ini kelak pada suatu saat mampu menjalin hubungan yang saling menguntungkan dengan kelomok politik praktis, atau lebih tepatnya penguasa, uatamanya manakala pasangan Jokowi - KH. Makruf Amin memenangi kontestasi pasangan Pilpres ini, jangan hendaknya kekuasaan dijadikan tangan besi semisal persekusi yang dilakukan oleh sejumlah personal Pemuda Anshor - Banser ketika memperesekusi sejumlah tokoh termasuk Ulama yang tak sejalan diberbagai tempat akan terulang lagi, manakala kekuasaan dan tangan besi ikut bicara, maka yakinlah bahwa kehadiran Islam Nusantara walaupun semula diharapkan akan menjadi Rahmad bisa dipastikan akan berubah menjadi laknat, bukan mengembangkan Islam di Indonesia, tetapi sebaliknya memperkecil dan menghapus keberadaan Islam di Nusantara,semoga.
Sunday, September 16, 2018
MAHASISWA MULAI BERAKSI ... ?...
BEBERAPA hari ini kita Bangsa Indonesia mengalami kecemasan amat sangat karena satuan mahasiswa secara hampir berbarengan turun kejalan mirip ketika akan menjatuhkan Presiden Suharto. Dan memang aksi Mahasiswa beberapa hari ini menuntut agar Presiden Jokowi turun dari Jabatan, antara lain karena segala janji janji Jokowi tak terbukti, sehingga rakyet semakin mengalami kesulitan. Pemerintah dan kita sudah terlanjur merasa sebagai bangsa yang demokratis, dengan bukti telah berulangkali mengamandeman UUD 1945, dan demikian banyak pasal konsep Barat menyangkut masalah ideologi liberal serta nilai nilai skularisme lainnya dengan mulus diterima dan sejumlah regulasi telah bergeser, dan itu semua bisa dijadikan indikator bahasa demokrasi mulai memiliki kedudukan yang sangat membanggakan.
Thursday, September 13, 2018
MENGAPA KITA TAK BERGABUNG DI ALIANSI ANTI TERORO ISLAM
ARAB SAUDI akhirnuya mendirikan Aliansi Anti Teror yang anggotanya terdiri dari negara negara Islam, diberitakan bahwa aliamsi itu gunamya untuk membentuk persatuan guna membangun ketahanan bagi negara negara Islam. Bagi negara negara Islam yang mendapatkan gangguan teroris dan tergabung dalam aliansi ini dapat meminta bantuan baik berupa dana maupun pelatihan teknis. Yang menjadi pertanyaan besar adalah mengapa Indonesia bersaama Iran tak bersedia bergabung bersama Aliansi yang beranggotakan 40 Negara Islam itu. Hal ini menjadi pertanyaan besar bagi ummat Islam indonesia.
Ada sekitar 40 negara Islam tergabung dalam aliansi ini antara lain adalah 1. Arab Saudi 2. Jordan 3. Uni Emirate Arab 4. Pakistan 5. Bahrain 6. Turki 7. Republik Benin 8. Bangladesh 9. Chad 10. Togo 11. Tunisia 12. Djibouti 13. Senegal 14. Sudan 15. Sierra Leone 16. Somalia 17. Gabon 18. Guinea 19. Palestina 20. Komoro 21. Qatar 22. Pantai Gading 23. Kuwait 24. Lebanon 25. Libya 26. Maladewa 27. Mali 28. Malaysia 29. Mesir
30. Maroko 31. Mauritania 32. Nigeria 33. Niger 34. Yaman
Ada sebagian kecil dari Negara Negara Islam yang tak bergabung dalam aliasi ini termasuk diantaranya Indonesia dan Iran. Jika di satu pihak Arab Saudi berdiri pada kelompok yang jelas sebagai Anti Teror, lalu bagaimana dengan Indonesia yang tidak berdiri dalam barisan itu, kita tak ingin berdiri berseberangan dengan mereka. Sebagai rakyat tentunya kita ingin berada pada posisi terhormat.
Bukan hanya satu dua pejabat, bahkan tak terhiutung jumlahnya yang mengatakan bahwa Indonesia adalah anti teror. Oleh karenannya dibutuhkan penjelasan yang sejelas jelasnya atas ketidak bersediaan Indonesia untuk bergabung dengan Arab saudi dan kawan kawan sebagai negara Islam. yang tertulis ada 34 negara dari 40 yang diberitakan. Tentu Pemerintah memiliki pertimbangan tersendiri mengapa tak berkenan bergabung dengan Negara Negara Islam itu, atau kita sudah terlanjur gabung dibarisan yang lain, lalu negara mana sajakah yang kita ada di dalamnya. Tentu saja kita berharap kelompok yang kita masuki itu tidak mengambil posisi berseberangan atau bermusuhan dengan Negara Negara Islam.
Jangan sampai masalah ini justeru mengundang banyak spikulasi dengan adanya spikulasi yang viral tak beraturan itu maka Rakyat Indonesia yang akan dirugikan. memang pada saat ini sepertinya ada pihak yang ingin memisahkan Arab Saudi secara politik, agama dan negara serta budaya. Bila ada pihak yang memiliki kemampuan untuk menjelaskan itu semua secara jernih adalah alhamdulillah, bisa mencerdaskan. Tetapi dengan munculnya narasi "Silakan Beraga Islam Tetapi tak harus menjadi Arab" atau ke Arab Araban atau kata kata lain yang intinya ingin memisahkan sesuatu yang berbau Arab dengan Islam, sementara Al-Quran diturunkan dalam bahasa Arab dan berkembang dengan dukungan budayanya, sedikit banyaknya budaya Arab menjadi alat untuyk memudahkan pemahaman terhadap Al-Quran dan Islam. Maka ketika justeru ada yang gigih untuk memisahkan antara Islam dengan Arab adalah sesuatu memunculkan kerugian besar bagi ummat Islam dunia.
Dalam waktu bersamaan muncul narasi Islam Nusantara, dengan tambahan kata Islam Nusantara adalah Islam yang murni sedangkan Islam di Arab adalah Islam abal abal atau KW dan semacamnya, maka selain akan menyulitkan ummat memahami Islam justeru akan membuat kita dikucilkan dari pergaulan dan persahabatan dengan saudara saudara kita ummat Islam yang ada di Arab. Lalu, apakah ini sebagai realisasi nya. Sungguh ummat membutuhkan keterangan secara jernih, bukan politis, apalagi fragmatis.
Subscribe to:
Posts (Atom)