Tuesday, August 14, 2018
MARI KITA PERSATUKAN NU
SEUSAI mengikuti acara ILC malam tadi dengan segala perjuangan untuk melawan kantuk serta segala kemirisan karena menunda tidur sementara para ulama meneladankanuntuk tidur lebih cepat agar bangun tepat waktu agar sempat sholatullai dan sholat sunnat fajar atau qubliyah subuh karena kebaikannya akan lebih baik dari separo dunia di mata Tuhan, dan jangan sampai mengelami ketrtinggalan rekaat hatta dibenarkan untuk diselesaikan kemudia. Terlebih kesimpulan yang bisa saya ambil adalah sesuatu yang sangat menyedihkan hati saya, yaitu gagalnya NU mendidik kadernya untuk menjadi kader yang memiliki jiwa kesatuan dan persatuan, dan tidak tanggung tanggung itu dipertontonkan di " Forum Diskusi yang Paling Bergengsi " karena ditonton oleh jutaan pasang mata.
Sebagai seseorang yang sempat dididik di Madrasah, saya belajar mengaji Quran di seorang kader dan bahkan Pengurus NU walaupun hanya Tingkat Kecamatan dan ketika di Madrasah juga diajar oleh para ustad yang saya kenal sebagai aktivis dan tokoh NU.Guru mengaji mengajarkan Kitab Barzanzi kepada Kepada kami, dan ketika saya menjadi santri kalong di tingkat desa saya diajarkan Kitab Jurumiyah, dan sangat beralasan sekali bila ikut merasa bersedih ketika tahu ditubuh NU sedang terjadi ancaman perpecahan yang sangat serius, karena akan mengurangi peran positif NU bagi Nusantara yang selama ini sama sama kita banggakan.
Bagaimana mungkin untuk mendorong seorang Ulama besar sekaliber Ma'ruf Amin para kader NU bisa saling menelikung dengan serenceng argumen fragmatis tersimpat dihati. Saya didorong untuk menduga bahwa ada yang keliru dalam mengkader para generasi muda sehingga tak segan untuk kurang kordinasi antara satu dengan yang lain, bahkan ada kesepakatan kesepakatan fragmatis yang memiliki daya rusak bagi para kader lainnya.
Sayapun berfikir bahwa bagi NU justeru yang paling mendesak adalah melakukan perebaikan secara internal, membangun dan menegakkan akhlakul nahdiyin secara internal jauh lebih mendesak ketimbang keuntungan politis fragmatis lainnya. Kita sangat membutuhkan kehadiran dan peran ulama ikhlas yang sesungguhnya masih sangat banyak ditubuh internal NU sendiri. Bangsa Indonesia sangat membutuhkan kader NU yang bersatu seperti ketika bangsa ini sedang berusaha merebuk Kemerdekaan, walaupun tidak harus mebawa bawa bendera NU dimanapun berada, dengan persatuan yang mampu dipertonton oleh para kadernya akan jauh lebih mulia ketimbang berbagai jabatan keduniaan apapun, termasuk jabatan Wakil Persiden.
Bukan hanya internaql NU, bahkan semua ummat Islam di Indonesia yang mengetahui dan memahami sejarah NU dan peran besarnya di Indonesia saya hampir memastikan menginginkan adanya berbagai perbaikan sistem pengkaderan di tubuh NU hingga melahirkan kader yang benar benar menyatu atau berjama'ah, ditubuh NU memang tak perlu lagi terlalu mengembangkan pemahaman tentang kebinekaan, karena NU memang lahir ditengah kebinekaan itu sendiri, tetapi yang harus kita tanamkan kepada kader justeru rasa persatuan. Yang harus kita tanamkan itu adalah rasa persatuan di dada, yang terekspressi juga dalam rasa persatuan diinternal NU secara transparan.
Kemenangan NU dalam Pilpres kali ini bagi saya selaku murid yang sempat dididik oleh para kader NU atau Nahdiyin, atau setidaknya Ahlu Sunnah Waljama'ah, menjadi tidak terlalu menjadi penting, karena keutuhan dan persatuan di ditubuh NU bersama kadernya jauh lebih penting tinimbang kemenangan dalam Pilpres dan Wapres dari kalangan NU, yang terpengaruh secara jama'ah kepada NU. Kalaupun gagal maka yang akan menangpun adalah Prabowo dan UNO, yang kita kenal masih memiliki keinginan untuk mendengarkan petuah ulama, baik dari kalangan NU maupun luar kalangan NU. Yang harus kita perjuangkan adalah menyatunya ummat Islam di Indonesia, dan ini tak akan tercapai manakala di kalangan NU sendiri belum utuh menyatu atau berjama'ah.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment