Tuesday, January 8, 2019
UPAYA MEMASYARAKATKAN MUSEUM
MEMBANGUN sebuah Museum dengan dana besar APBN itu jauh lebih mudah ketimbang memasyarakat museum itu sendiri, kalimat itu saya kutip dari bhasa para penceramah yang mengatakan bahwa membangun Masjid itu jauh lebih mudah ketimbang memakmurkannya. Tetapi bukan berarti saya akan mengatakan bahwa kedua hal ini sama dan sebangun, tidak. Tetapi mnurut saya beloeh boleh saja kita menirunya dalam rangka memudahkan memahami persoalannya. Apa persoalannya, yaitu mempertanyakan fungsi Mesium sebagai alat atau tepatnya media edukasi.
Kalau saja pengelolaan Museum itu dikelola secara profesional maka Museum menjadi media pendidikan yang ideal karena museum memiliki atau merawat sejumlah koleksi, dimana koleksi adalah merupakan serakan yang merupakan kekayaan metafore dari bangunan prtemis premis untuk mencapai suatu sebuah kongklusi.
KALIMAT di atas adalah upaya saya untuk memahami apa yang ingin disampaikan oleh Mang Nanang ( silakan pirsa Youtube di atas) tentang saksi yang bicara lantang yaitu arca dan prasasti sejatinya mrmiliki kemampan bicara secara gamblang, yang manakala salah urus maka keduanya akan menjadi saksi bisu. Itulah sebabnya maka pengelolaan koleksi koleksi di museum hartus memiliki kemwahan metofor. Dan hartus kita ketahui bersama bahwa proses asimilasi di Indonesia mempercepat pemahaman akan identiotas diri.
Museum harus diupayakan untuk menjadi media pemdidikan kebangsaan. sejatinya museum sebagai media pendidikan harus mengacu kepada peran media massa, tetapi sayangnya pada saat ini justeru media massa Nasional Indonesia wajahnya nampak buruk sejkali setelah mereka memiliki kesepakatan untuk menutup nutupi pristiwa luar biasa, reuni 212 sebagai gerakan pencari keadilan. Artinya bahwa peninggalan sejarah yang demikian runtut itu, mulai dari klasik/prasejarah, masa Islam hingga modern yang dimiliki oleh Museum Lampung manakala kurang teridentivikasi maka hampir bisa dimiripkan dengan tertutupnya kebenaran,
Ketidak mampuan kita mnautkan antara satu koleksi dengan koleksi lainnya, sehingga menjadikan koleksi itu sama dengan tercerai berai sehingga tidak mampu menimbulkan identitas bangsa.Manakala kaburnya identitas bangsa ini akan menyulitkan kita dalam memahami kekayaan bangsa, antara lain ke-pluraritasan bnsa. Niatan penguasa ekonomi dunia untuk menciptakan satu masyarakat dunia dengan cara mengenyahkan keanekaragaman, sekedar untuk memasarkan produk produk yang menghasilkan keuntungan finansial bagi berbagai negara produsen. Maka kenyataannya nanti kita hrus mengantisipasi agar terdidiknya generasi millenial, karena kita memiliki kepentingan untuk mempertahan Bangsa dan Negara NKRI. (Fachruddin)
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment