Cara cara ribawi dibalut dengan penipuan, dan kitapun senang ditipu, maka kita menjadi miskin. Selama berabad abad manajemen riba dibentuk, sehingga kini terjadi riba dalam globalisasi ekonomi dan politik, bahkan merasuk ke regional, nasional dan bahkan juga mungkin lokal. Tetapi apakah kita harus menyerah dalam situasi ini. Fresminggi Kamasa menulis The Age of Deception yang diterbitkan oleh Gema Insani Jakarta tahun 2012 yang lalu ini membahas tuntas kekeliruan yang telah melahirkan kejahatan dalam bentuk perbudakan ini perlu diantisipasi, bila tak mau dikatakan diperangi.
Tetapi memang seharusnya kita menyatakan perang terhadap sistem yang telah menyengsarakan ini ini untuk kita gantikan dengan sistem lain yang jauh lebih ramah dan menjanjikan kebahagiaan bagi masyarakat dunia secara keseluruhan. Dan yang dimaksud dengan sesuatu yang menjanjikan ituadalah manajemen sistem mu'amalah.Dan ini sekaligus mengantisipasi ancaman terhadap aqidah Islamiyah bagi ummat.
Dalam buku ini memang disebutkanbahwa perbudakan fisik di zaman modern ini tak lagi kita temukan seperti dahulu, tetapi akan dengan mudah kita temukan bahwa telah terjadi perbudakan massal. Masyarakat dunia ini justeru sekarang sedang diperbudak oleh uang . Lihat saja masyarakat dunia bekerja siang malam membanting tulang, tak lain dan tak bukan justeru untuk memenuhi kebutuhannya akan uang. Walaupun uang itu hanya terbuat dari kertas tetapi dengan semangat ribawi uang menjadi segala galanya. Uang itu diperaskembali untuk menghasilkan jumlah uang yang lebih banyak dengan sistem riba yang semakin menukik. Sistem kapitalisasi ribawi itu sebenarnya sdang dikuasai oleh segelintir orang. Dan sungguh luar biasa ketika pemilik kapital itu dapat menggandakan uangnya tampa harus bersusah payah menggerakkan sektor produksi, perdagangan dan lapangan kerja.
Sungguh globalisasi seperti yang diinginkan oleh negar negara maju ternyata berdampak luas pada berbagai bidang kehidupan, mencakup bidang ideologi, politik, ekonomi, sosial budaya serta pertahanan dan kemanan. Yang manakala kita segera mengantisipasinya maka pada saatnya akidah Islam akan ikut tergerus. Berbagai argumen untuk mempertahankan praktek ini termasuk diantaranya berbagai teori manajemen dan kepemimpinan yang disertai dengan bertambahnya jumlah kapital yang mereka miliki, kitapun akan terpedaya, yang tampa kita sadari bahwa pada saatnya justeru akidah yang seyogyanya harus kita pertahankan telah terancam akan tergerus.
Teori teori yang meninakbobokkan kita semua itu sejatinya tidak selalu disertai dengan kenyataannya, bahkan tidak lebih dari bohong besar. Globalisasi yang dikatakan dalam rangka menciptakan pasar bebas dan adil, tetapi sebaliknya kwadilan dan kebebsan itu telah dirampas oleh riba. Globalisasi ternyata tidak bedanya dengan imperialisme dan kolonialisme. dalam praktekknya adalah memaksakan kehendak, baik dengan cara tipudaya, maupun invasi bila perlu. Manakala hal ini kita perhatikan dengan kedua mata kita, mata lahir dan mata batin, maka segala praktek ini adalah menjauhkan kita dari Tuhan.
Dijelaskan bahwa "Tidak dijadikan jin dan manusia melainkan untuk beribadah" dan apapun aktivitas manusia di dunia adalah tidak terlepas dari aspek ibadah itu. Dan harus menghindari riba. Riba dalam bahasa Arab artinya bertambah. Riba adalah tambahan nilai sehingga tidak lagi sama antara yang diberikan dengan yang diterima melalui proses penipuan. Pertama terjadi penambahan sehingga tidak lagi memiliki keseimbangan, kedua penmbahan akibat penundaan pembayaran. Merujuk kepada rumusan yang disodorkan oleh Syafii Antonio, Riba itu ada empat macam (1) Riuba fadhl, pertukaran antara barang sejenis tetapi dengan takaran yang berbeda, (2) riba nasi'ah,riba dengan prmbayaran tak seimbang dengan perjanjian pembayaran yang dilaksanakan kemudian, (3) riba Jahiliyah, pembayaran yang dilakukan melebihi pokoknya karena ketidakmampuan membayar tepat waktu sesuai dengan perjanjian, (4) riba Qordh, yaitu tingkat kelebihan tertentu yang harus dibayarkan oleh yang berhutang (muqtaridh) Dan buku ini juga menyajikan rumusan riba dari penulis yang lain sebagai bandingan (halaman 85)
Praktik riba yaitu memberikan keuntungan bagi pemilik modal, tampa yang bersangkutan bekerja keras, sedangkan perolehan keuntungan pemilik modal bersifat pasti karena memang sudah tertera dalam perjanjian. Akibat dari praktek riba besar besaran ini maka terjadilah kejahatan yang dilegalkan secara berkepanjangan. Dan kita bisa buktikan betapa tingginya angka kemiskinan milik Biro Pusat Statistik yang mencapai 30% itu, praktik riba sangat mencekik leher. Sayang angka kemiskinan selama ini tak terlepas dari kepentingan politik dan pencitraan Pemerintah berkuasa. Angka itu bisa naik untuk menetapkan anggaran bantuan bagi fakir miskin, dan bisa turun kembali untuk kepentingan yang lain.
Selama ini ummat dijadikan perahan, untuk tidak dikatakan ditipu. Rakyat kecil seperti dengan segala iming iming berebut menabung di bank, yang intinya memberikan pinjaman modal ke bank, sementara kita yang meminjam uang di bank justeru harus membayar bunga yang jauh lebih besar dari bunga tabungan di bank. Inilah praktik riba yang darinya juga melahirkan berbagai modus kejahatan. Sektor perbankan yang smesestinya membantu menyalurkan dana bagi masyarakat luas justeru lebih sering digunakan untuk kepentingan pemilik dan para kroninya. Sehengga mereka yang kaya menjadi semakin kaya, sementara rakyat tetap dalam kesulitan (halaman 338)
Berkembangnya praktik riba akan membuat ummat memisahkan antara kehidupan sehari hari dengan aturan agama, aturan agama akan diterapkan di masjid masjid sementara dalam praktik keseharian menyangkut masalah perdagangan dan lain sebagainya maka yang dijadikan pegangan adalah kesepakatan bersama, dengan demikian maka praktik riba ini adalah ancaman bagi akidah ummat.
Ketergantungan kita terhadap dana asing membuat kita tak berani mengucapkan sepatah katapun ketika terdengar kabar bahwa Tsunami Aceh itu bukan diakibatkan oleh bencana alam, melainkan tak lebih dari upaya Amerika menggertak Indonesia setelah Indonesia mencoba menolak keinginan Amerika untuk membuat pangkalannya di Aceh. Adalah Joe Vialis tahu benar bahwa senjata termonuklir yang diledakkan di bawah laut akan melahirkan gelombang tinggi jauh lebih tinggi dibanding dengan ketinggian maksimal tsunami.
Ditemukan sejumlah mayat yang berlumuran oli di peristiwa Aceh yang sangat memilukan ini, tetapi sayang kemampuan teknologi kita sangat tidak memungkinkan kita untuk mendeteksi prihal mayat berlumur oli itu, padahal itu adalah bukti kuat bahwa tsunami sebenarnya adalah ledakan yang dibuat, tetapi karena ketidakmampuan kita dari segi teknologi dan ketergantungan kita akan uang riba asing membuat kita tak berdaya melakukan apapun. Dalam rangka deislamisasi di Indonesia memang pihak asing dengan berbagai upayanya akan melemahkan Indonesia, dengan cara melemahkan Pemerintahannya serta menguasai sebanyak mungkin sumber daya alamnya.
Ada beberapa hal yang sangat ditakutkan oleh asing :
1. Di Indonesia adalah ummat Islam terbesar di dunia.
2. Indonesia memiliki SDA yang sangat melimpah,
3. Wilayah Indonesia sangat strategis menjadi pangkalan militer,
4. Ummat Islam Indonesia mempunyai Gerakan Dakwah Islam yang aktif,
5. Ummat Islam Indonesia memiliki fighting spirit yang sangat tinggi.
Memisahkan Pemerintah dengan kelompok Islam adalah merupakan agenda besar asing di Indonesia, manakala Islam dan pemerintah menyatu maka itu adalah malapetaka besar bagi pihak asing yang selama ini mengeruk keuntungan dari kebodohan dan kelemahan Pemerintah Indonesia. Tidak segan segan pihak asing mengeluarkan dana yang besar sekedar untuk memberikan shok terapi agar Islam di Indonesia tersudut, lihat saja kasus teroris, yang melibatkan beberapa warga Indonesia, mereka mampu memiliki bom yang demikian dahsyat yang tidak dimiliki oleh pabrik senjata buatan dalam negeri. Ini bukan lantaran para warga kita yang terlinat kasus itu sangat memahami masalah ini, bukan, mereka hanya lulusan sekolah rendah belaka, tetapi ada tangan tangan asing yang terlibat di sana. Betapapun besar biaya yang harus mereka keluarkan, yang penting Islam Indonesia tersudut, sehingga para tokoh Islam terbungkam. Dan dengan seenaknya mereka mendikte Pemerintah kita. Pemerintah yang tidak mandiri itu menjadi sumber malapetaka bangsa ini, Ini semua bermula dari cara cara riba yang harus dipraktekkan Pemerintah atas saran, perintah dan tekanan asing belaka,
Walaupun akhirnya kita menangisi lemahnya Pemerintah kita yang memperturutkan kehendak IMF untuk melepas berbagai BUMN seperti Telkom, Indosat, Semen Gresik, Indofarma, dan sebagainya dijual ke investor asing?. Mengapa BCA yang sudah menjadi milik Pemerintah ikut di jual juga kepada asing. Mengapa bukan di Go Publik, ini malah dijual kepada asing? Mengapa. Ini tidak lebih dari kelemahan Pmerintah dalam mempertahankan kemandirian Indonesia. Hanya lantaran silau melihat banyaknya uang asing yang, yang juga mereka pandai sekali memberikan sekian proses bagi individu individu tertentu.
Kita semua tahu bahwa Letter Of Intent (LOI) mempersyaratkan itu semua bagi Pemerintah untuk mendapatkan sejumlah bantuan asing melalui IMF. Ini semua dikatakan adalah untuk membangun liberalisasi ekonomi bangsa Indonesia. Sebuah teori yang jauh dari kenyataan, walaupun sudah kita beli dengan harga yang sangat mahal. Tetapi para ahli ekonomi kita justeru mendukungnya, mereka yang terkenal dengan istilah neo liberal itu. Kita sudah jatuh tertimpa tangga pula. Kita sudah sering tertipou oleh praktik riba ini bukannya kapok, tetapi justeru meniru niru gaya riba itu untuk kita terapkan secara mandiri tampa banyuan asing. Maka lengkaplah penderitaan ummat kita.
Kini sudah saatnya kita menyudahi prak riba dalam mengelola perekonomian, sejatinya ini sudah dilaksanakan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) dan buku The Age Of Deceotion ini juga adalah merupakan bagian dari apa yang dilakukan oleh MUI itu (halaman 115) . Semestinya para ekonom muslim itu merapat bersama MUI untuk membuyka kitab kitab kuno Muslim yang sudah banyak dilupakan orang. Apakah mereka tidak tahu bahwa demikian banyaknya al-Quran dan Hadits yang memperingatkan bahayanya praktik riba manakala telah di jalankan suatu negara. Pada saat ini ekonom muslim lebih banyak diam seribu bahasa, karena mereka mengira bahwa cara cara riba itu merupakan satu satunya jalan yang harus ditempuh. Itu pula sebabnya tak seorangpun yang memberikan reaksi ketika Megawati ketika menjadi Presiden justeru membangun jalan lebar dan mulus guna dilaksanakan praktik riba besar besaran di Indonesia, karena mereka sama sama tidak tahu bahwa ada cara lain yang halal sesuai dengan petunjuk kurani. Tetapi barangkali juga memang ummat sudah dibuat hilang kepercayaan kepada Islam, sehingga tidak boleh ada masalah perekonomian yang harus disangkut pautkan dengan Islam.
Dalam buku ini juga dilengkapi dengan uraian yang panjang lebar tentang larangan dan bahaya riba.
No comments:
Post a Comment