Friday, March 24, 2017
MENGHALAU PIKUN DENGAN MUSIK
Itu terjadi bulan Maret tahun 2015 artinya ketika saya menginjak usia 62 tahun, dengan santai saya mengendarai kendaraan saya sambil menikmati pesatnya pembangunan di kanan kiri jalan,tahu tahu saya saya telah meliwati simpangan yang seharusnya saya berbelok dalam menuju jalan pulang, seperti lazimnya yang sudah sudah. Semula saya berpikir itu biasalah, namanya terpukau dengan sesuatu yang lain sehingga lalaidalam menempuh perjalanan. Tetapi setelah saya bercerita pada teman teman, sangat mengejutkan sekali ternyata itu salah ssatu gejala awal seseorang akan mengalami kepikunan. Walaupun pikun bisa baru terjadi setelah sepuluh atau belasan tahun kemudian, tetapi bisa juga lebih cepat.
Tentu saja informasi yang belum diketahui tingkat kebenarannya itu cukup mengejutkan dan sekaligus juga menghawatirkan Oleh karenanya saya coba untuk mencari tahu melalui tulisan tulisan tentang itu, dan memang ada yang mengatakan bahwa salah satu gejala awal kepikut=nan adalah mengalami kesasaar pada saat mencari alamat yang sejatinya telah sering didatangi. Nah ... yang saya alami bukan suatu tempat yang sudah sering saya datangi tetapi justeru tempat tinggal saya sendiri, tetapi bukan lupa alamatnya, mlainkan kelewatan kletika seharusnya belok, itupun begitu terlewati begitu disadari, dan penmyebabpun jelas karena asik memperhatikan bangunan baru dan hal hal lain yang membuat saya sediky terlena. Namun demikian saya akan menyinmpulkan bahwa saya mengalamigejala pikun walaupun baru gehala dini.
Berdasarkan informasi yang saya terima serta sedikit hasil bacan dari tulisan tulisan ringan bahwa gejala pikun dapat diantisipasi dengan cara belajar musik. Ini menjadi menrik bagi saya, apalagi tak ada alat musik yang bisa saya kuasai. Dan pilihanpun jatuh kepada harmonika.. Ada beberapa kelebihan dari harmonika, pertama belum banyak yang bisa menggunakannya alias langka, kedua murah harganya, ketika kecil bentuknya, maka berarti ini adalah praktis sekali. April 2015 saya membeli sebuah harmonika di sebuah toko di Kota Bandar Lampung. Setelah saya tiup dan seluruh lobang yang ada semua berbunyi dan tak ada yang tersumbat. Langsung saja saya beli.
Berangkat dari nol dan tampa guru, aku baru tahu jika harmonika itu bisa ditiup dan bisa dihisap, keduanya bisa berbunyi mengeluarkan suara, suara yang berbeda. Kutiup tiup saja dan hisap hosap saja, tampa niat untuk menyanykan lagu tertentu selama hampir satu belun bulan satu baitpun berhasil kuinstrumenkan dengan harmonikku. Jelas kubunyikan lambat lambat agar orang tak terganggu.
Gembira rasa hatiku karena tiupan dan hisapanku pada suatu hari mengarah seperti instrumen lagu yang aku kenal, tetpi lagu apa entah aku tak tahu. Genap enam bulan kuberlatih harmonika dengan caraku sendiri, akhirnya aku temukan bahwa tiupanku itu mirip lagu "Sahlawaty" sebuah lagu melayu. Akhirnya lagu itu kujadikan semacam lagu kebangsaan, Yang harus kuinsrumenkan setiap hari tampa bosan. Di banyak waktu.
Lagu sahlawaty kutemukan dengan metode mungkin yang paling konyol 'Trayer and eror' coba dan coba lagi, tetapi walaupun demikian saya tahu bahwa coba dan coba lagi itu juga termasuk cara cara yang metodologis dalam sebuah penelitian, walaupun ibarat logika sulit rasanya dapat mengambil konklusi, jangankan konklusi. Premis premispun tak mudah diraih. Itulah sebabnya aku tak mengalami kemajuan hingga enam bilan berikutnya. Artinya selama satu tahun aku berlatih main harmonika baru satu lagu yang bisa kunyanyikan secara utuh, judulnya "Sahlawaty"
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment