TERNYATA larangan itu tidak otomatis sebagai sesuatu yang memang terlarang, ada larangannya, Kenyataannya bisa saja seorang pejabat memgeluarkan larangan untuk melakukan sesuatu yang sesungguhnya tak terlarang, lalu mengapa larangan itu muncul bukan berdasatrkan aturan yang melarang, tetapi larangan berdasarkan kepentingan politik. Jika terkait politik maka tuduhannya adalah pelanggaran terhadap Pancasila, UUD 1945 NKRI dan seterusnya. Walaupuin pada saat larangan itu dikeluarkan belum dapat ditunjukkan pasal pasal yang terlanggar. Dahulu Pemerintah Kolonial Belanda sangat biasa untuk menangkap seseorang terlebih dahulu baru dicarikan fasal fasal pelanggaran untuk menjerat.
Rektor mengeluarkan larangan memakai cadar di Kampus UIN Yogyakarta, Tetapi ini bukan hasil seminar, bukan telaah opini, bukan renungan politik, apatah lagi hasil ijtihad aqidah. Jika ada kata kata dan bahasa agama dari Sang Rektor, itu hanya pemanis kata, Karena keterangannya sebagai pembuka kata dari Sang Rektor dijelaskan bahwa sebagai Perguruan Tinggi Negeri maka apa yang disampaikannya adalah dalam rangka menyesuaikan diri dengan kehendak politik Pemerintah, jelas Rektor telah menggadaikan nilai kebebsannya berfikir selaku insan akademis. Sehinga kitapun tak boleh merespon secara akademis, melainkan respon secara administrati dan perundang undangan, baru pas.
Semangat dan suasana batin Sang Rektor dalam mengeluarkan surat larangan menggunakan Cadar diliputi oleh semangat politik nasionalisme skulair, karena itu merupakan jelmaan suasana batin rezim yang dipimpin Presiden Jokowi. sehingga argumen agama yang bagimanapun adalah akan ditolak. Tak perlu ditanyakan dasar nas pelaranmgan itu secara Islami, karena akan menambah dosa bagi yang menjawabnya, karena dia akan kehilangan berkah dari Allah. Yang bersangkutan lebih bicara secara nafsu dibanding iman. Tak perlu mempertanyakan nilai akademis dari keputusan dan surat Sang rektor, karena isi surat itu tidak berdasarkan hasil dari seminar, survey atau kegiatan akademis lainya, itu hanya didasarkan keserakahan untuk mendapatkan dana yang dibiayai modal asing,
Berdasarkan keterangan Sang rektor sendiri, maka dapat disimpulkan bahwa surat Rektor UIN adalah salah satu contoh ketidak berdayaan Seorang pimpinan Universitas ketika harus berhadapan kediktatoran sebuah rejim. Oleh karenanya maka diskusi diskusi baru akan hidup manakala diskusi yang dilakukan adalah diskusi politik, dan baru kita berkesempatan menikmati dan mengambil hikmah dari kasus ini manakala diskusi iti bisa berubah menjadi diskusi kebangsaan, tetapi sayangnya diskusi kebangsaan itu, baru akan terwujud manakala Sang Diktator tidak lagi menampakkan taring kekejamannya, dalam peluang lima tahunan sekali.
No comments:
Post a Comment