Pidato Martin Luther.
Rekaman:
| |
Problems playing this file? See media help. |
"I Have a Dream" (Aku Memiliki Sebuah Mimpi) adalah pidato 17 menit oleh Martin Luther King, Jr. yang berisi seruan kesetaraan ras dan diakhirinya diskriminasi. Pidato yang disampaikannya dari tangga Lincoln Memorial di tengah berlangsungnya Pawai di Washington untuk Pekerjaan dan Kebebasan pada 28 Agustus 1963 adalah saat yang menentukan dalam sejarah Gerakan Hak-Hak Sipil Amerika.
Disampaikannya di hadapan lebih dari 200.000 pendukung hak-hak sipil,[1] pidato tersebut masuk ke dalam peringkat pidato paling terkenal pada abad ke-20 di Amerika Serikat menurut jajak pendapat cendekiawan orasi tahun 1999.[2] Menurut anggota Kongres Amerika SerikatJohn Lewis yang juga berpidato pada hari itu sebagai Ketua Komite Koordinator Siswa Antikekerasan, "Dr. King memiliki kekuatan, kemampuan, dan kapasitas untuk mengubah anak-anak tangga di Lincoln Memorial menjadi tempat monumental yang akan selamanya diakui. Dengan berpidato seperti yang dilakukannya, ia telah mendidik, memberi inspirasi, ia menyampaikan bukan hanya kepada orang-orang yang hadir di sana, melainkan orang-orang di seluruh Amerika dan bahkan kepada generasi-generasi yang belum lahir ".[3]
Pada akhir pidato, King menyimpang dari teks yang Mahalia Jackson, "Katakan kepada mereka tentang mimpi itu, Martin!"[4] Pada awalnya King menyampaikan pidato yang memasukkan beberapa bagian yang sama seperti pernah disampaikannya di Detroit, Juni 1963, ketika berpawai di Woodward Avenue bersama Walter Reuther dan Pendeta C.L. Franklin, ditambah bagian-bagian lainnya yang merupakan hasil latihan.[5]
sudah dipersiapkannya, dan menggantinya dengan penutup pidato yang sebagian adalah hasil improvisasi berdasarkan tema "Saya memiliki sebuah impian" . Tindakannya mungkin terdorong oleh teriakan
Pidato King dipuji secara luas sebagai karya agung retorika yang disampaikannya menyerupai gaya khotbah Gereja Baptis (Dr. King sendiri adalah seorang pendeta Baptis). Isinya merujuk kepada sumber-sumber yang begitu diakui dan dihormati secara luas seperti Alkitab dan mengutip Deklarasi Kemerdekaan Amerika Serikat, Proklamasi Emansipasi, dan Konstitusi Amerika Serikat. Pada pembuka pidatonya, ia mengingatkan orang pada Pidato Gettysburg dari Abraham Lincoln dengan mengatakan "Five score years ago..." ("Lima wingsati warsa yang lalu") untuk menyebut 100 tahun telah berlalu sejak Proklamasi Emansipasi. Ia juga mengingatkan orang pada ayat Alkitab, misalnya, Kitab Mazmur 30:5 pada [6] bait kedua pidato. Ia mengatakan kalimat tentang penghapusan
perbudakan yang dinyatakan dalam Proklamasi Emansipasi, "fajar sukacita yang mengakhiri malam panjang penawanan mereka." Ada lagi kemiripan dengan ayat Alkitab pada pidato bait ke-10, "Tidak, tidak, kita tidak puas, dan kita tidak akan puas sampai keadilan bergulung-gulung bagaikan air dan kebenaran bagaikan air sungai yang deras." Kalimat tersebut mirip dengan Kitab Amos 5:24.[7]King juga mengutip Kitab Yesaya 40:4-5-"Saya memiliki impian bahwa setiap lembah akan ditinggikan...." [8] Selain itu, King mengingatkan orang pada larik pembuka "Richard III" dari Shakespeare ketika mengatakan, "Musim panas yang memanggang dari ketidakpuasan yang wajar dirasakan orang Negro tidak akan berlalu sampai ada musim gugur yang menyegarkan...."
Anafora atau pengulangan frasa pada awal kalimat, adalah cara retorika yang dipakai dalam keseluruhan pidato ini. Sebuah contoh dari anafora dapat segera dikenali karena King mendorong hadirin untuk memanfaatkan kesempatan: "Sekarang adalah saatnya ..." diulang empat kali dalam paragraf keenam. Contoh anafora yang paling banyak dikutip adalah kalimat "Saya memiliki impian...." yang diulang delapan kali sebagai cara King melukiskan sebuah gambaran Amerika yang bersatu dan terintegrasi kepada pendengarnya. Anafora yang dipakai King juga bisa ditemui pada paragraf-paragraf lainnya antara lain "Seratus tahun kemudian," "Kita tidak akan pernah puas," "Dengan keyakinan ini," "Biarlah kebebasan berdering," dan "akhirnya bebas".
Judul pidato dan proses penulisan[sunting | sunting sumber]
Pidato yang dikenal sebagai "Pidato Saya Memiliki Impian" telah terbukti memiliki beberapa versi, dan ditulis pada beberapa waktu yang berbeda.[9] Pidato tersebut tidak didasari oleh satu versi draf tunggal, melainkan penggabungan dari beberapa konsep, dan pada mulanya diberi judul "Normalcy, Never Again" ("Kenormalan, Jangan Terulang Lagi"). Sedikit dari pidato tadi dan "Pidato Normalcy" lainnya akhirnya dijadikan naskah final. Sebuah naskah "Normalcy, Never Again" disimpan di Koleksi Martin Luther King, Jr. Morehouse College, Perpustakaan Robert W. Woodruff di Atlanta University Center dan Morehouse College.[10] Kalimat "Saya memiliki impian" tercipta ketika pidato sedang disampaikan. Menjelang akhir pidato, penyanyi gospel terkenal Afrika-Amerika Mahalia Jacksonberteriak kepada Dr. King dari antara kerumunan, "Katakan kepada mereka tentang mimpi itu, Martin." [11] Dr. King berhenti menyampaikan pidato yang sudah disiapkan sebelumnya, dan mulai "berkhotbah", menekankan poin-poinnya dengan kalimat "Saya memiliki impian."
Pidato King disusun dengan bantuan Stanley Levison dan Clarence Benjamin Jones[12] di Riverdale, New York City. Jones pernah mengatakan bahwa "persiapan logistik untuk pawai begitu memberatkan sampai-sampai pidato itu bukanlah prioritas bagi kami" dan juga "pada malam Selasa, 27 Agustus [12 jam sebelum Pawai] Martin masih tidak tahu apa yang akan dikatakannya".[13]
Penerimaan publik[sunting | sunting sumber]
Pidato ini mendapat pujian pada hari-hari setelah pawai, dan secara luas dianggap sebagai titik puncak pawai oleh para pengamat kontemporer.[14] James Reston yang menulis untuk New York Times mencatat bahwa peristiwa tersebut "diliput oleh televisi dan pers secara lebih baik dibandingkan dengan segala peristiwa yang terjadi di sini sejak pelantikan Presiden Kennedy," dan berpendapat bahwa "Perlu waktu lama sebelum [Washington] dapat melupakan suara yang merdu dan melankolis dari Pdt. Dr Martin Luther King Jr. yang meneriakkan mimpi-mimpinya kepada orang banyak".[15] Sebuah artikel di Boston Globe oleh Mary McGrory melaporkan bahwa pidato King "berhasil menangkap suasana" dan "menggerakkan kerumunan" pada hari itu "seolah-olah tidak ada" pembicara lainnya dalam acara tersebut.[16] Marquis Childs dari The Washington Post menulis bahwa pidato King "lebih dari sekadar pidato belaka".[17] Sebuah artikel di Los Angeles Times berkomentar bahwa "kefasihan tiada tara" yang ditampilkan oleh King, "seorang orator tertinggi" dari "jenis yang begitu langka sampai-sampai hampir terlupakan pada zaman kita," membuat para pendukung segregasi menjadi malu dengan mengilhami "hati nurani Amerika "dengan keadilan gerakan hak-hak sipil.[18]
Warisan[sunting | sunting sumber]
Pawai di Washington memberikan tekanan lebih banyak pada pemerintahan Kennedy untuk mengajukan undang-undang hak-hak sipil di Kongres.[19] Buku harian dari Arthur M. Schlesinger, Jr., yang diterbitkan secara anumerta pada tahun 2007 menunjukkan bahwa Presiden Kennedy khawatir bila pawai gagal menarik sejumlah besar demonstran maka akan memperlemah upaya menegakkan hak-hak sipil yang sedang dilakukannya.
Menyusul pidato dan pawai yang sukses, King mendapat julukan Person of the Year dari majalah TIME pada tahun 1963, dan pada tahun 1964, ia menjadi tokoh termuda yang pernah dianugerahi Hadiah Nobel Perdamaian. [20]
Pada tahun 2003, Dinas Taman Nasional memasang ubin marmer bertulis untuk memperingati lokasi pidato King di Lincoln Memorial.[21]
Pada tahun 2004, Perpustakaan Kongres Amerika Serikat menghormati pidato ini dengan memasukkannya ke dalam Registrar Rekaman Nasional Amerika Serikat.
Kemiripan dengan pidato-pidato lain[sunting | sunting sumber]
Bagian penutup dari pidato King sebagian menyerupai pidato Archibald Carey, Jr. yang disampaikannya di Konvensi Nasional Partai Republik 1952. Kedua pidato diakhiri dengan mengambil satu baris dari bait pertama himne patriotik populer Samuel Francis Smith, "America" (My Country' Tis of Thee).[22] Kedua pidato juga menyebut nama gunung yang sama, tempat asal "biarkan kebebasan berdering".[23]
Sengketa hak cipta[sunting | sunting sumber]
Pidato ini disiarkan secara luas kepada pemirsa televisi dan pendengar radio. Oleh karena itu, muncul kontroversi mengenai status hak cipta dari pidato ini. Bila penyampaian pidato tergolong "publikasi umum", maka pidato ini sudah masuk ke dalam kategori domain publik karena King tidak pernah mendaftarkan pidatonya ke Panitera Hak Cipta. Namun bila pembacaan pidato tergolong sebagai "publikasi terbatas", maka hak cipta tetap berada di tangan King. Keragu-raguan tersebut menyebabkan terjadinya perkara hukum Estate of Martin Luther King, Jr., Inc. v. CBS, Inc. yang menetapkan bahwa pihak King adalah pemegang hak cipta dan berhak menuntut. Kedua belah pihak kemudian berdamai. Penggunaan pidato yang tidak berlisensi atau sebagian dari isinya masih dianggap sah pada beberapa situasi, terutama di bawah ruang lingkup doktrin seperti penggunaan wajaratau penggunaan adil. Berdasarkan hukum hak cipta yang berlaku, pidato ini akan tetap berada dilindungi hak cipta di Amerika Serikat hingga 70 tahun sejak kematian King, sampai tahun 2038.
No comments:
Post a Comment