PENGANTAR : Pada hakekatnya masalah virus corona belum lagi selesai, bahkan statistik cenderung naik, tetapi karena kebutuhan masyarakat untuk memenuhi kebutuhan sehari hari sehingga mereka sulit untuk menghindari berbagai aktivitas dan terjadinya kerumunan. Pemerintrah seperti ada kesulitan untuk merumuskan dan memadukan konsepnya, oleh karenanya dibutuhkan kemampuan belajar mandiri agar jangan terlalu menjadi korban seperti nasib sekolah kita.
Akhir-akhir ini hampir setiap orang membicarakan new normal sebagai fase kelanjutan dari karantina mandiri dan beberapa protokol kesehatan lainnya. New normal
secara faktual di lapangan sebagai cara hidup baru di tengah pandemi
virus corona. Badan Bahasa sudah memberikan istilah Indonesia-nya, yaitu
kenormalan baru. Namun, tampaknya masyarakat lebih senang menggunakan istilah new normal.
Mungkin yang lebih tepat dipakai dalam era new normal itu al-ta’ayusy
atau hidup berdampingan (bukan berdamai) dengan Covid-19. Sebab,
menurut para ahli epidemi corona akan tetap eksis dalam kehidupan kita,
padahal roda perekonomian harus terus berjalan. Umat bergama harus bisa
lagi melakukan ibadah di tempat peribadatannya. Para pegawai harus
segera masuk kantor lagi. Siswa, santri, dan mahasiswa harus segera
kembali ke lingkungan belajarnya. Semua juga orang harus kembali kepada
pekerjaan rutinitasnya. Karena itulah, tidak ada jalan lain. Kita harus
hidup berdampingan dengan Covid-19 sekalipun tetap bermusuhan.
Inilah yang mendorong kita berkomitmen untuk mempunyai sikap
kehati-hatian di semua sektor kehidupan dengan meletakkan protokol
kesehatan di atas segalanya. Beberapa waktu terakhir ini, tingkat
kesadaran masyarakat akan kesehatan telah meningkat secara signifikan
sehingga ada sebagian daerah yang mulai pelonggaran PSBB (pembatasan
sosial berskala besar). Namun, hal ini tidak boleh mengendorkan kita
dalam memberlakukan protokol kesehatan.
Terlepas kita setuju atau tidak dengan istilah new normal,
Rasulullah SAW 1.400 tahun lalu telah memberi petunjuk sebagai protokol
kesehatan dan rujukan dalam kondisi wabah yang sedang menerpa.
1. Petunjuk Nabi SAW yang berhubungan dengan perilaku dan etika pergaulan sehari-hari antara lain sebagai berikut.
عَنْ أَبِي سَعِيْدٍ سَعَدْ بْنِ سِنَانِ الْخُدْرِي رَضِيَ اللهُ
عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى الله عليه وسلَّمَ قَالَ : لاَ ضَرَرَ
وَلاَ ضِرَارَ
Dari Abu Sa’id, Sa’ad bin Sinan al-Khudri RA, sesungguhnya Rasulullah SAW
bersabda: "Tidak boleh melakukan perbuatan yang bisa membahayakan diri
sendiri dan membahayakan orang lain." (HR Ibnu Majah, No 2340 dan 2341).
Ada beberapa pendapat tentang pemaknaan dharar dan dhirar. Ada yang memaknai dharar itu perbuatan yang membahayakan diri pribadi, sedangkan dhirar adalah perbuatan yang membahayakan orang lain. Ada lagi yang memaknai dharar adalah perbuatan yang bisa menimbulkan kerusakan kepada orang lain, sedangkan dhirar adalah membalas kerusakan dengan kerusakan lain, baik disengaja maupun tidak.
Al-Khasyani mengartikan dharar itu perbuatan yang menguntungkan diri pribadi, tetapi mencelakakan orang lain, sedangkan dhirar
adalah perbuatan yang yang tidak menguntungkan kepada diri pribadi,
tetapi bisa membahayakan orang lain. Ibnu ‘Utsaimin mengartikan dharar itu perbuatan yang membahayakan tanpa disengaja, sedangkan dhirar adalah perbuatan yang membahayakan yang direncanakan. Terlepas dari berbagai pemaknaan tersebut, baik dharar ataupun dhirar dilarang oleh ajaran Islam.
Adapun kontekstualitas hadits ini dalam era new normal bahwa
kita dianjurkan tetap bekerja, tetapi harus dipikirkan terlebih dahulu
apakah pekerjaan itu bisa membahayakan pada diri pribadi dan orang lain
atau tidak. Jika bisa membahayakan maka harus dicari caranya supaya
tidak membahayakan.
Misalnya, kita bekerja dalam keadaan batuk dan sering bersin. Jelas
hal ini bisa membahayakan diri kita ataupun orang lain maka langkah
preventif sesuai hadits itu yang bersangkutan tidak usah berangkat kerja
ataupun jika harus bekerja dia harus pakai masker dan rajin mencuci
tangan.
Namun, sekarang ini ada sebagian orang yang termasuk kelompok OTG
(orang tanpa gejala), yaitu orang tanpa keluhan, tetapi yang
bersangkutan pernah melakukan kontak dengan klaster yang terindikasi
Covid-19 sehingga dia berpotensi menularkan virus corona. Maka, yang
bersangkutan supaya tidak mencelakakan orang lain harus memperhatikan
protokol kesehatan, paling tidak menggunakan masker, jaga jarak, dan
sering cuci tangan. Rasulullah SAW bersabda:
عن أبي هريرة رضي الله عنه قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: من ضارّ ضار الله به . ومن شاقّ شاق الله عليه
Dari Abi Hurairah RA dia berkata: bahwa Rasulullah SAW
bersabda: "Barang siapa membahayakan orang lain maka Allah akan membalas
bahaya kepadanya dan barang siapa menyusahkan atau menyulitkan orang
lain maka Allah akan menyulitkannya." (HR al-Tirmidzi dan Ibnu Majah).
Banyak orang beranggapan bahwa masjid dan tempat ibadah lainnya
adalah tempat orang berdoa dan mendekatkan diri kepada Allah sehingga
tidak usah diberlakukan protokol kesehatan. Dalam konteks new normal harus
ada kesadaran semua lapisan masyarakat, baik yang masuk ke masjid
maupun ke pasar atau ke tempat berkerumun orang banyak di mana saja.
Mengacu kepada hadits di atas maka protokol kesehatan harus diutamakan
sehingga berbagai kemungkinan masuknya virus corona yang membahayakan sebisa mungkin ditolak, sesuai dengan kaidah al-dharār yudfa’u bi qadril imkān (sebisa mungkin kerusakan harus ditolak).
Pada akhirnya masuk pada level al-dharār yuzālu (kerusakan
harus dihilangkan). Jika semua masyarakat bisa disiplin berpegang teguh
kepada hadits di atas beserta kaidah-kaidah yang diambil darinya, secara
pelan tetapi pasti rantai penyebaran virus corona bisa diputus.
Untuk melaksanakan hadits di atas, seyogianya di tempat berkerumun
orang banyak disediakan sabun pencuci tangan beserta air yang mengalir.
Jika memungkinkan masker juga disediakan sehingga semua orang yang masuk
ke masjid, pasar, dan tempat orang berkumpul menggunakan masker.
Sumber : Republika Co.Id dikopy Jum'at 9 April 2020