SALING PUJI DUA MENTER itu bagus, sehingga mendatangkan kesan seolah keduanya mencapai puncaj kreativitasnya, ni belakangan baru kita pahami bahwa keduanya sedang memaksakan diri, keduanya dinilai tak mampu menangani masalah yang berat dihadapi Bangsa. Beberapa waktu lalu seorang peserta diskusi di ILC mengatakan bahwa Wiranto sejayinya tidak memiliki kemampuan melakukan sesuatu terkait dengan peristiwa Papua, sehingga bukan mereda, tetapi malah membara. Wiranto tak melalukan apa apa kata pembicara itu bersungut sungut. Menjelang Pelantikan Kabinet ini memang Jokowi harus berhati hati, bila tak ingin Bangsa ini berabtakan di tangannya.
jpnn.com, JAKARTA - Analis Politik Universitas Islam Indonesia (UII) Geradi Yudhistira menilai Wiranto dan Luhut Binsar Panjaitan sudah tidak pantas lagi masuk dalam kabinet, yang akan dibentuk Joko Widodo alias Jokowi di periode kedua pemerintahannya.
Geradi juga berharap Jokowi tidak merangkul menteri-menteri yang kinerja buruk saat menjadi pembantu presiden di Kabinet Jilid I.
"Ya sudahlah Pak Jokowi nggak usah percaya lagi dengan timnya sekarang. Ini buruk sekali, saya pikir ini yang harus diganti, demokrasi terancam," ucap Geradi kepada Kantor Berita Politik RMOL, Rabu (9/10).
Menko Polhukam saat ini, Wiranto menjadi salah satu sorotannya. Menurut Geradi, Wiranto telah telanjur dianggap sebagai musuh oleh sejumlah pihak, sejak 1998 hingga 2019.
"Di medsos ada yang menyatakan dari dulu zaman 98 sampai dengan 2019 ini musuhnya tetap sama, Wiranto," katanya.
Geradi berharap Presiden Jokowi tidak melibatkan Wiranto dalam pemerintahannya di periode kedua.
Bukan hanya Wiranto, Menko Kemaritiman Luhut Panjaitan juga tak lepas dari sorotan Geradi. Luhut yang dianggap sebagai menteri segala urusan. "Saya mau minta kepada Pak Jokowi, satu Pak Wiranto. Yang kedua LBP, jangan diberikan porsi lagi untuk mengatur negara," tegasnya.
Geradi mengatakan, kedua sosok tersebut tidak bisa mengatur manajemen konflik secara baik. Misalnya kata Geradi seringnya blunder saat mengambil kebijakan yang tidak dibutuhkan. "Berapa kali kan blunder, kebijakan itu diambil tidak dengan kebutuhan, matiin internet terus statement-statement seperti itu terus korban terserah mau menyebut korban atau enggak itu terserah. Itu korban di Papua, buruk sekali manajemen konfliknya," paparnya.
"Saya pikir kalau untuk politik dan keamanan, saatnya Jokowi bersih-bersih. Revolusi besar-besaran di situ kalau dia mau dikenang sebagai penjaga demokrasi. Kalau enggak ya monggo saja gitu, tetapi kan rakyat yang akan bergerak terus," tandasnya. (rmol)
hanya berharap,sebagian kecil yg d Kampanyekan bisa d jalaSayankan,seperti yg d sebut2 NKRI harga mati,smg bukan hanya terucap d mulat saja,mks
ReplyDelete