KENGAN BERSAMA PAK MASDAR.
Sesuatu pristiwa terkait diri yang sulit untuk dilupakan antara lain adalah manakala terkait dengan rasa malu. Itu terjadi kepada saya dan beberapa orang teman saya, pada saat kami masih duduk di bangku SLTA, tepatnya PGAN 6 Th Tanjungkarang, Kenangan mendadak sontak kembali teringat segar manakala secara tak sengaja saya jumpa dengan para pelaku. Dan salah satu pelakunya adalah Bapak Masdar. Secara tak sengaja kemi berjumpa di tempat pesta ketika sama sama kami menghadiri undangan Bpk. Suhanda di Metro 26 Desember 2017 kemarin.
Saya datang agat terlambat, saya fikir saya langsung bisa salaman kepada pengantin dan keluarga, ternyata belum, masih ada acara halo halo plus tarian daerah, sehingga langkah saya banyak terhambat oleh sesaknya udangan yang tak kebagian tempat duduk. Karenanya langkahku kubuat agak berhati hati dan sedikit menunduk agar tak memijak sesuatu yang membuat orang lain terganggu.
Tiba tiba langkahku di hentikan dengan dua buah tangan seperti kenal dekat layaknya, tetapi kalimat pertama yang terucap dari nya justeru pertanyaan Lupa ... ? Wajah saya memucat takut ketahuan bahwa saya lupa ... lalu Iya menyebut namanya ... Masdar ... !, katanya dan setengah terpekik saya menyebut Pringsewu .... Ambarawa ... !? .... Iya iya katanya sangat yakin bahwa kami berdua saling kenal. Sejak tahun 1975 ... kami tak pernah lagi baku jumpa. selama 45 tahun.
Saya bilang bahwa setiap jumpa teman teman saya selalu menanyakan anda, dan saya pernah beberapa kali ke Pesantren di Ambarawa Pringsewu, saya berharap jumpa anda kata saya gembira. tetapi ternyata nihil. Sejak saya tinggalkan kampus PGA kami tak pernah jumpa, bahkan tak ada teman yang dapat kutitipi salam kata membanggakan rasa persahabatanku. Kalo nama saya lupa, tetapi wajah saya akan selalu ingat dengan ciri ciri anda. Waduh ... pernyataan yang luar biasa.Jelas dia lebih hebat, rasa persahabatannya jauh lebih luar biasa. Dia yang lupa dengan nama saya tetapi tak melupakan wajah dan ciri ciri saya 45 tahun yang lalu. Luar biasa. Kenagan itu ditelannya sendiri saja. Dan tak pernah pula bertanya pada orang lain karena dia memang lupa nama saya, Dia hanya ingat ciri wajah saya saja.
Masdar, dia pernah sukses mengocok perut di suatu acara kami dengan banyolan ala Ludruk Surabaya, tak heran bila kelahiran Ambarawa Pringsewu ini mampu berbuat itu. dilahirkan dan dibesarkan di tengah komunitas Suku jawa, dia adalah salah satu dari sedikit di sekolah kami.Pada saat kami mendapat kesempatan untuk tampil menyajikan lawakan, sebenarnya saya ikut merancang tampilan yang saya harapkan pada saat itu menjadi debut yang sukses. Sekelompok Ibu Ibu akan menyelenggarakan acara api unggun, dan kami dimintai mengisi acara lawak, maka saya mengusulkan diadakan lawakan Wayang orang, main wayang yang wayangnya adalah orang. Dalangnya Mas Masdar, wayangnya saya, Fachruddin (Lampung, Pagelaran), Armidan (Lampung, Baradatu) dan M. Najib (Baturaja, Ogan).
Setingnya, kami sebagai wayang tak bicara apa apa, kami hanya bergerak Sang dalang yang bicara, plus gamelan, Sang dalang mengawali dengan Suluk plesetan, yang isinya memanggil kami masuk, yang pertama masuk berdasarkan panggilan, saya dikenalkan sebagai punakawan, sementara berjalan bagikan Gatotkaca, gagal memancing tawa, karena seriusnya menjadi kaku. Panggilan kedua oleh dalam adalah Armidan dan Najib yang jalan lambat seperti penganten yang maju ragu ragu, musik dari mulut ki dalam bertalu talu tetapi si wayang berjalan kalem kalem saja, dan penonton mulai ketawa, menertawakan ki dalam yang suluknya berisikan omelan terhadap cara kedua wayang ini berjalan, sepertinya kedua orang tak familiar dengan bahasa Jawa sehingga tak merasa diomeli.
Tertawa meledak ketika dipanggung Armidan dan M. Najib ngobrol berbisik bisik dan ditegur oleh ki dalam dalam bahasa Jawa, berikutnya tawa menghilang, penonton mulai bosan atas ketidak kompakan kami. Tiba tiba tepuk tangan bergemuruh pada saat memang tak ada yang pantas ditepuki. Saya sadar bahwa sesungguhnya kami diusir dari panggung, saya memberikan kode kepada dalang agar sudahan. Dia mengerti.
Padahal skenarionya, kamiharus goro goro dulu dan mempersilakan M. Najih menyanyi ... kami bertiga dalam berjoget dan mengajak ibu ibu peserta, sayang kami kehilangan komunikasi. Setelah goro goro rencana Bronto Yudho terjadi perbedaan pendapat kami beriga dan berakhir perang, saya berhasil mengusir dua wayang lainnya, sementara saya terjadi perselisihan dengan dalamng dan saya kalah dalam Prang Brotoyodo dengan cara melarikan diri dan dikejar oleh ki dalang, Selesai.
Malu rasanya atas kegagalan itu, gagal di debut, maka kami menyatakan bubar. Namun akau tak pernah lupa dengan group kami itu, terutama Mas Dalam, Dalang Masdar namanya. yang 45 tahun tak jumpa, jumpa sekali di pesta, berpisah dan berjanji jumpa lagi di WA. Selesai.
No comments:
Post a Comment