Saturday, June 24, 2017

Instumen Vibraphon, Grinik Lampung



Aku terkenang beberapa tahun yag laluketika seorang teman bercerita sedang pusing membersihkan gudangnya, sejumlah barang yang sayang bila hanya dikilo, dia ingin sejumlah barang bekas masih dapat dimanfaatkan oleh siapapun untuk tetap menjadi barang yang berguna,
Saya mau itu .... kata saya tiba tiba menunjuk barang yang tak tahu apa namanya.
Serius .... ? katanya ragu
Serius .... ! Kataku bersemangat
Ambillah ... atanya  tak yakin.
Kami berdua terpaksa buka baju agar bebas bergerak untuk mencari bagian bagian lain yang tak jelas keberadaannya, hingga lenkaplah sudah pencaharian kami, walauoun sesungguhnya ada beberapa yang tak kami temukan juga, diantaranya adalah alat penabuh instrumen itu. Waktu ku bawa barang rongsokan itu aku tak tahu apa pula namanya.

Kondisi barang itu masih utuh tetapi sudah ada beberapa yang rusak, saya ragu apakah masih mampu mengeluarkan nada yang dininginkan, Lama barang itu menjadi anggokan yang juga cukup merepotkan, berpindah dari satu sudut ke sudut yang lain, dari satu sisi ke sisi yang lain. keberadaan barang itu semakin lama semakin terasa mengganggu, tetapi saya berwanti wanti agar jangan diganggu dan bahkan harus dijaga agar janngan lebih rusak lagi. Itu berlangsung tahunan.

Sampai beberapa tahun aku memasuki usia pensiun, Agustus 2010, barang itu belum juga ku sentuh karena  aku masih disibukkan dengan tugasku yang baru, semula aku jadi konsultan di BPKB Lampung, tetapi sejak tahun 2014 Saya jadi District Advisoris (DAT) pada Tetira International Consultance dalam mel;akukan kerjasama dengan ADB dan Eropa Union dalam Pelaksanaan SPM Dikdas di Sumsel. Pada saat kontrak habis pada tahun 2017. Beberapa bulan memasuki masa kosong saya mulai melirik alat Instrumen yang nyaris rusak berat, belakangan saya tahu nama Vibraphone.

Instrumen ini lama tak terpakai, kaki kaki nampak demikian reot dan memang sudah diikat di sana sini, sekedar bisa berdiri dan menerima pukulan alat penabuh musik perkusi yang digemari Eropa ini. Beberapa nada sudah terdengar fals akibar rusak secara fisik, karena nampaknya sering terkena air. sehingga bagian luar rusak dan bagian dalam tercerabut.

Yang paling parah adalah hilangnya alat penabuh vibraphone ini hilang, sebagian besar pemain vibraphone menggunakan empat pemukul sekaligus, sehingga memmungkinkan mengeluarkan nada titme berupa kunci kunci nada. tetapi ada juga diantaranya yang hanya menggunakan dua alat pemukul untuk bertindak sebagai melodi. Dengan banyaknya nada yang fals dan hilangnya alat penabuh maka alat ini sudah tidak mungkinm dapat digunakan untuk mengikuti konser,  Saya tidak tahu dimana kita bisa membeli alat penabuh vibraphone yang terbuat dari besi dibalut karet itu. Tangkai penabuh juga terbuat dari besi yang lentur sehingga memiliki pukulan dan hentakan yang mampu mencapai hentakan yang maksimal,

Alat instrumen yang non elektronik ini sesungguhnya memiliki bagian yang tersambung ke listrik untuk memaksimalkan suara, serta mengalirnya suara ke loadspeaker. Tetapi suara akan maksimal manakala digunakan alat pemukul resmi yang telah dirancang  Dengan demikian siapapun akan mendapat kesulitan menggunakan instrumen ini secara sempiurna karena kerusakan berat di berbagai bagian, sehingga tak lagi menghasilkan sesuatu yang baik.

Namun saranya saya akan merasa berdosa manakala tidak pernah menggunakan alat instrumen ini untuk memanukan budaya khususnya seni daerah Lampung. Berdasarkan analisa saya bahwa alat ini masih memungkinkan dimanfaatkan untuk membuat instumen dengan beraroma gambus. Hingga pada saat ini menurut saya belum ada pemusik yang membuat nada yang berbasis gambus. Tetapi vibraphone menuurut saya dengan menggunakan dua bilah kayu sebagai alat pemukulnya akan memiliki kemampuan menampilkan musik berbasis gambus secara terbatas, apalagi vibraphone memiliki tangga nada sebagaimana layaknya piano. Bila saya berhasil maka saya akan berhasil menampilkan grinik gambus melalui vibraphone.  

No comments:

Post a Comment