Friday, May 4, 2018

JADI PAKAR TAPI TAK KULIAH S3

UMUMNYA orang akan berpendapat bahwa untuk menjadi pakar dalam suatu hal maka satu satunya jalan adalah ambil kuliah sampai S3, jadi dosen meneliti dan menulis, ceramah, diskusi, seminar dan lain sebagainya. Tetapi ternyata tidak, ada juga yang jadi pakar, hanya lulusan S1 tampa harus melalui S3. Namanya Gerung dia diminta mengajar di Jurusan  Filsafat UI, dia menciptakan hingga sembilan mata kuliah baru, dan terpaksa mata kuliah baru itu dia sendiri yang mengajarkan, di Perguruan Tinggi Umum orang seperti gerung terbilang langka Tetapi tidak dalam pendidikan agama Islam, sebenarnya orang orang seperti gerung itu bertaburan dari Pesantren Pesantren terkenal, hanya tidak di data, dan tak berkesempatan ditampilkan dipublik, apalagi semisal ILC (Indonesian Lawyer Club), yang ikut saling mengharumkan antara keduanya.




Jika tak silap dalam mengingat Jurusan Filsafat di UI itu ada di Fakultas Sastra, logis karena sastra itu nenbahas bahasa dan puncak pembahasan Ilmu Bahasa itu adalah filsafat, belajar bahasa tetapi tak belajar filsafat itu bisa gagal. Saya berharap UI sudah punya Fakultas Filsafat dengan berbagai jurusan dan Prodi Prodinya, serta didukung oleh dana dan Profesor dari berbagai disiplin dan konsentrasi keilmuyannya, karena akan besdar manfaatnya bagi bangsa.

Banyak kita yang terkagum kagum dan menikmati sekali manakala Gerung tampil di ILC, kita seperti akan dibuatnya pintar mendadak, walaupun keesokan harinya kita ngobrol ngobrol di Musholla selepas magrib dan menanti saat waktu Isya, banyak juga yang mengaku kurang paham dengan apa yang di sampaikan Gerung. Dan kamipun saling mengisi antar sesama jema'ah.

Hingga saat ini selama tampilan gerung di ILC nampak tak ada lawan debatnya yang mampu mematahkan argumentasi gerung, yang sangat kentara sekali telah melalap buku buku filsafat dan sederet novel dan Roman karya penulis terkenal, sehingga tersusun bila menjelaskan gagasan dan uraian secara singkat. Ada yuang coba soba mengimbanginya, tetapi adalah terlalu mudah  bagi Gerung untuk membuat lelucon.

Gerung yang di kampus Selalu di sapa Pak Provesor, ternyata bukan seorang Provesor, bahkan  S3 pun tidak. Konon Dia hanya S1. Tetapi  Dialah orangnya yang menyusun Visi Misi di jurusan tempatnya mengabdi, dia menyelkesaikan kurikulumnya serta menyusun tahapan tahapan claster materi kuliahnya dan sebagian besar mata kuliahnya terpaksa dia juga yang menyajikannya kepada mahasiswa.

Tetapi dalam dunia Islam orang orang model Rocky Gerung itu tidak kurang kurang, sebagian besar ulama tempo dulu itu menyelesaikan sendiri study literaturnya, artinya hanya sebagain saja ngaji kitab diselkesaikan di bawah bimbingan Kiyayi atau ustadznya, sisanya Dia sendiri yang membaca dan mengkajinya, selesai membaca baru Dia pertanggungjawabkan dihadapan Kiyayi dan Ustadznya itu sebagai pertanggung jawaban akademiknya, disertai sejumlah catatan pribadinya. Kitab kitab itu dia gelar dihadapan para santrinya, yang sesungguhnya telah diangkatnya sebagai Ustadz di di Pesantren yang didirikannya. Tradisi Islam dalam mendalami pemahaman terhadap agamanya adalah menjaga nasab dengan segala kehormatannya, itulah sebabnya sorang yang menyelesaikan sendiri baca kitabnya harus menghadap Sang Kiyayi di mana Dia dahulu nyantri.

Itu letak bedanya dengan lembaga pendidikan agama Islam tradsional yang dikenal dengan pesantren utam,anya di Indonesia, kegiatan Pesantren itu antara lain ngaji kitab. Ngaji  kitab itu bandingannya adalah sudy literatur. Pada saat nyantri belum semua kitab ditammatkan, tetapi nanti setelah dia pulang ke Kampung dan mendiriukan Pondok Pesantren, dia menyelesaikan bacaan kitabnya yang menunggak, titab itu dibaca sambil mengajar kepada Ustadz UIstadz yang membantunya. setelah selesai buku itu dibaca dan dibahasnya lalu Ia melapor kepada Kiyayinya, keyayi menyampaikan tanggapan dan ditutp dengan doa. Dia pun mengaji kitab dan jelas nasabnya.

Tradisi di Pesantren itu, khususnya Pesantren Jawa Timur hanya memperebutkan satu gelar bagi santrinya, yaitu Den Bagus, atau Raden Bagus, yang lazim dengan sapaan  " Gus " itu yang diterimanya pada saat nyantri, sedang predikat Ustadz nanti di terima pada saat membantu sebagai  tenaga pengajar di Pondo, sementara Predikat Kiyai disandang ketika telah berhasil mendirikan Pesantren.  Tidak semua mereka mampu meraih gelar gelar itu.

Dalam study mandiri masing masing seseorang memiliki kebihan dan kekurangannya, ada yang berhasil secara cepat, ada yang lambat dan bahkan ada yang tercapai. Dan para lulusan Pesanten ada diantaranya yang melanjutkan study ke Timur tengah, di Timur tengah mereka berkesempatan bersentuhan  dengan kitab kitab klasik dan bahkan lebih tebal. Tetapi merwka yang melanjutkan study ke Barat mereka akan bersentuhan dengan kitab kitab dan pemikiran Orientalis. Yaitu non Muslim yang meneliti dan menulis tentang Islam. Antara Timur tengah dengan sistem pendidikan di  Barat memilkiki perbedaan yang cukup ekstrim.

Yang ingin disampaiukan dalam tulisan ini adalah bahwa  semakin tinggi jenjang pendidikan maka seseorang akan memiliki kemampuan untuk melakukan studi literatur secara mandiri. Bukti yang paling mudah kita temua pada saat sekarang ini dalah dari fenomena kepakaran para muallaf. Tidak terhitung jumlahnya sekarang ini para muallaf yang memiliki pemahaman keisalaman yang jauh di atas rata rata. Mereka telah melalui jenjang pendidikan S1, S2 dan S3.

Bagi mantan pendeta atau semacamnya di agama lain, mereka ada dalam ilmu keislaman dalam lingkup kritologi atau lain semacamnya. Tingkat pendidikan mereka sangat membantu dalam profesionalisme kepakaran mereka. Tetapi ada juga diantara mereka yang memilih keilmuan secara kaffah, walaupun berasumbu kepada keakidahan, tetapi secara diam diam mereka mendalami problema sosial. Yang ingin saya sampaikan adalah fenomena Ustadz Flik Xiau, juga seorang muallaf, mengagumkan, bagaimana Felix Xiau mencapai taraf kekaffahan ilmu keislamannya dibanding banyak ummat Islam memang telah Islam sebelum dilahirkan.

Ini sekedar bukti bahwa dalam ilmu keislaman mencapai kepakaran dan kekaffahan dalam pemahaman  keislamanya. Yang dalam awal tulisan ini saya katakan banyak kita temukan mereka yang memiliki pemahaman yang luar biasa dengan melalui autodidag. Relatif berusaha belajar sendiri. Yang ingin saya tuliskan adalah betapa banyaknya mereka yang sukses melakukan sutudy Islam sementara mereka memiliki pendidikan dalam tevel  relatif rendah, atau mereka yang sesungguhnya memiliki disiplin ilmu yang lain, tetapi mereka mampu mencapai pemahaman ilmu keislaman yang lebih kaffah atau total. Dimaksudkan mereka semisal Ricky Gerung dalam ilmu keislaman  jumlahnya banyak sekali. Hingga sekarang masih terus bertambah dan berkembang.  

No comments:

Post a Comment