Tuesday, April 9, 2019

MEMPERTANYAKAN BANYAKNYA JUMLAH KELAHIRAN 1 JULI...

PILPRES semakin dekat hanya hitung hari. Kritik atas data yang dipakai oleh KPU tak jua terjawab.  Data Kelahiran  pemilih dalam rangka Pilpres yang dimiliki oleh KPU ternyata mengundang sejumlah pertanyaan yang tak mudah dijawab kecuali asal jawab saja. karena jumlah yang lahir pada tanggal 1 Juli dalm berbagai tahunnya mencapai angka 9,8 juta pemilih, sementara pemilih yang lahir pada tanggal yang lain cenderung di bawah satu juta atau kebanyakan sekitar lima ratusan kelahiran saja, lalu mengapa pada tanggal 1 Juli itu angka kelahiran melonjak sangat tinggi hampir sekitar lima ratus persennya. Tak kehilangan akal mereka menjawab jika untuk asal jawab, tetapi membutuhkan waktu yang sangat panjang bila akan dijawab berdasarkan hasil penelitian. Ini menjadi pertanyaan yang serius apalagi KPU tak menggunakan data yang dimiliki Pemerintah, karena data milik Pemerintah itu diragukan oleh KPU akan validitasnya. KPU memang pada saat ini menggunakan data Pemilu yang lalu, sebuh Pemilu yang mnyisakan keraguan. Tentu kita berharap KPU memiliki kemampuan untuk menjelaskan masalah ini secara sejujur jujurnya.



Beritkut Adalah Tulisan RUDY HASAN :

Oleh: Rudi Hasan |
Kemendagri berdalih, banyaknya penduduk bertanggal lahir 31 Desember dan 1 Juli sebagai dampak dari pemberlakuan Simduk dan SIAK.
Indonesiainside, Jakarta — Kementerian Dalam Negeri akhirnya angkat bicara merespons laporan Badan Pemenangan Nasional Prabowo-Sandi ihwal temuan yang tidak wajar pada Daftar Pemilih Tetap (DPT) Pemilu 2019. Di antara temuan tak wajar itu berupa pemilih dengan tanggal kelahiran 1 Juli yang jumlahnya mencapai 9,81 juta orang, dan; pemilih dengan tanggal kelahiran 31 Desember sebanyak 5,37 juta orang.
Direktur Jenderal Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Dirjen Dukcapil) Kemendagri, Zudan Arif Fakrulloh menjelaskan, banyaknya penduduk atau pemilih bertanggal lahir 31 Desember dan 1 Juli itu sebagai dampak dari kebijakan administrasi yang diterapkan Kemendagri sejak lama. “Kebijakan tentang tanggal lahir 31 Desember dan 1 Juli sudah berlangsung lama sejak Kemendagri menggunakan Simduk (Sistem Informasi Manajemen Kependudukan),” ungkap Zudan melalui keterangan tertulis yang diterima di Jakarta, Senin (11/3).
Dia menjelaskan, ketika Ditjen Dukcap menggunakan Simduk sebelum 2004, semua penduduk yang lupa atau tidak tahu tanggal lahirnya ditulis menjadi 31 Desember. Namun, sejak Kemendagri memberlakukan SIAK (Sistem Informasi Administrasi Kependudukan) sebagai pengganti Simduk pada 2004, penduduk yang lupa atau tidak ingat tanggal lahirnya ditulis menjadi 1 Juli. “Bila mereka tidak ingat tanggal lahir tapi ingat bulannya maka ditulis tanggal 15. Misalkan 15 Januari, 15 Februari, 15 Maret, dan seterusnya,” kata Zudan.


Dia menuturkan, kebijakan di atas kemudian diperkuat dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Permendagri) Nomor 19 Tahun 2010 tentang Formulir dan Buku yang Digunakan dalam Pendaftaran Penduduk dan Pencatatan Sipil. “Dengan demikian, kita sekarang bisa mengetahui mengapa banyak orang Indonesia bertanggal lahir 1 Juli, 31 Desember atau tanggal 15,” ujar Zudan.
Ketua DPP Partai Gerindra sekaligus Wakil Ketua Komisi II DPR, Ahmad Riza Patria sebelumnya mengatakan, dalam waktu dekat pihaknya akan menemui Kemendagri untuk mengklarifikasi dugaan temuan yang tak wajar pada DPT Pemilu 2019. Pasalnya, berdasarkan penuturan Komisi Pemilihan Umum (KPU), DPT diduga ganda yang ditemukan BPN Prabowo–Sandi justru berasal dari Ditjen Dukcapil Kemendagri.
“Ini tadi sudah kami pertanyakan kepada KPU dan menurut KPU data inilah yang diterima dari Dukcapil Kemendagri. Nanti kami cari waktu untuk menemui Dukcapil Kemendagri untuk minta klarifikasi terhadap data yang kami anggap tidak wajar ini,” ucap Riza.
Dia mengungkapkan, di antara temuan DPT tidak wajar itu berupa nama-nama pemilih yang terindikasi fiktif. “Itu di antaranya bertanggal lahir 1 bulan Juli 9,8 juta. Ada yang lahir 31 Desember 3 juta sekian, dan yang lahir tanggal 1 bulan januari 2,3 juta sekian. Ini yang kami anggap tidak wajar,” kata Riza di Jakarta, Senin (11/3). (AIJ)




No comments:

Post a Comment