Tuesday, September 11, 2018

INDONESIA MEMANG BUTUH PENCERAHAN.

ALIANSI PENCERAHAN INDONESIA (API)


beberapa hari yang lalu, saya dihbungi seseorang mengajak saya untuk menghadiri sebuah pertemuan untuk pencerahan. Kedatangan kami disambut oleh panitia pengundang dengan segala keramahtamahannya, kadisori nasi kotak, kue dan minuman, air mineral serta dipersilakan memilih kopi atau teh, dan saya memilih kopi, sedangkan nasi kotak saya simpan untuyk dibawa pulang, panitia merelakannya. Saya lihak ada semacam kotak amal dari kardus kosong, saya isi kotak itu dengan pecahan 100 ribu rupiah, sehingga kalaupun hasil pertemuan itu tak memiliki prospek yang bagus bersama saya, maka saya sudah mengurangi kerugian panitia dengan uang itu.

Pertemuan itu nampaknya digagas sejumlah orang, secara getok tular, mereka mengundang teman, dan
teman mengundang teman lagi sehingga sampailah undangan itu kepada saya, dan sayapun tercatat sebagai seseorang yang legal untuk menghadiri pertemuan itu. Dan tentunya teman yang mengajak saya telah benar benar mempertimbangkan bahwa kehadiran saya dalam situasi bagaimanapun tidak akan menjadi pangkal kekeruhan yang akan menghambat tercapainya tujuan. teman mengundang teman lagi, sehingga sampailah kepada saya, dan saya dinyatakan legal menghadiri pertemuan itu, dan tentunya teman yang mengajak saya telah mempertimbangkan kehadiran saya tak akan membuat kekeruhan manakala telah tahu bahwa maksud pertemuan adalah dengan tujuan tertentu. Dan kalaupun itu terjadi maka saya akan meninggalkan pertemuan sesopan mungkin, karena diusia saya yang
sudah menginjak angka 65 tentu sudah tak pantas mencari sensasi murahan seperti itu. Dan itu berhasil saya lakukan. Setelah Say Hallo, saya perkirakan orang yang saya kenal dalam pertemuan itu tak lebih dari 15%, dan dari jumlah itu saya taksir 5% nya atau mungkin lebih, saya yang mengenal mereka, sedang mereka tak mengenal saya, itu karena mereka publik pigur.

Setelah memperkenalkan diri sekedarnya serta menyampaiukan maksud dan tujuan pertemuan serta tak lupa mengucapkan terima kasih dan meminta maaf atas segala kekurangan sebagaimana lazimnya pertemuan yang yang tidak semuanya wajah dikenali oleh sipengundang. Lalu disampaikan tausiah. Saya tak terlalu tertarik dengan  pembicaraan mereka, yang nampaknya masih sekitar kaji kaji yang lalu saja. Dan mereka juga tahu bahwa  kami yang diundang adalah terdiri dari mereka yang kurang puas dengan kepemimpinan Presiden Jokowi.

Bagi saya boleh boleh saja orang merasa tidak puas dengan kepemimpinan Jokowi sebagai Presiden, dan dalam waktu yang bersamaan meyakini adanya tokoh yang jauh lebih baik dari Jokowi. Selaku Muslim otomatis saya meyakini bahwa kepemimpinan itu sangat terkait dengan keimanan, demikian juga politik bagi saya sebagai Muslim, harus dikaitkan dengan keimanan. Selain peribadatan, dakwah dan pendidikan maka di negara yang berpendudiuk Muslim mayoritas seperti Indonesia ini maka warga Muslim wajib mengkaitkan aktivitas kepemimpinan, perpolitikan dan perekonomian serta hukum dengan masalah keagamaan, di luar ibadah, dakwah dan tarbiyah atau pendidikan.

Memisahkan Islam dengan kepemimpinan, politik, hukum dan pendidikan sama dengan upaya memusuhi Islam, dengan demikian maka sebagai warga yang beragama Islam, jelas saya menginginkan seorang pemimpin yang memiliki keinginan untuk melindungi ummat Islam terkait dengan kepemimpinan, perpolitikan, perekonomian dan pendidikan, bahkan kebudayaan. Itu semua harus sejalan dengan Islam atau setidaknya tidak bertentangan. Perlindungan terhadap itu semua harus tergambar dari regulasi yang ada serta struktur pembiayaan pembangunan. Jujur bahwa semangat untuk itu tidak ditunjukkan oleh Jokowi sebagai Presiden. dan itu pula yang membuat saya merasa kurang puas dengan kepemimpinan Jokowi selama menjadi Presiden. Dan Jelas saya menginginkan Tahun 2019, Pilpres yang akan datang, kita akan pilih Presiden yang lebih baik komitmennya terhadap Islam. 

Ada petunjuk dari Allah SWT tentang kreteria orang yang dapat atau layak dijadikan Pemimpin, yang sejatinya cukup tegas dan jelasa, ajaran tentang memilih pemimpin itu memang harus dipahami secara cerdas, jernih dan konsisten, manakala ada kepentingan politik yang terlepas dari kepentingan lurus hanya kepada Allah Swt, maka masalah kepemimpinan itu memang bisa menjadi fitnah. Demikian gambaran tentang sensitivitasnya masalah kepemimpinan itu.

Ummat Islam Indonesia nampaknya sedikit agak terlambat mengantisipasi masalah Kepemimpinan itu sehingga beberapa kali Parpol Islam berdiri tidak berhasil melahirkan literasi yang lebih lengkap tentang Kepemimpinan, demikian juga dengan organisasi semisal NU, Muhammadiyah dan sejumlah organisasi Islam kenamaan di Indonesia, masih belum menyiapkan fikih kepemimpinan Islam di Indonesia.

Pada saat ini kelompok Nasionalis dan Nasionalis Skulair serta mereka yang mengaku ngaku sebagai keturunan dari Aktivis Partai Komunis indonesia (PKI) sepertinya telah lebih dahulu mempersiapkan diri dengan berbagai teori yang menjiplak Barat yang berintikan Pemikiran Yahudi, Nasrani  dan Pemikiran Liberal lainnya untuk diterapkan di Indonesia. Keberhasilan mereka memasukkan konsep ke jantung Konstitusi Indonesia, seperti masalah politik identitas, pornografi dan LGBT atau Lesbian, Gay, Biseksual dan Transgender. Sebenarnya harapan Ummat Islam sangat ringan dalam kepemimpinan negara ini, minimal sejalan, dan yang tidak diinginkan adalah bertentangan dengan Islam. Ummat Islam yang konsisten dengan agamanya menginginkan Kepemimpinan Nasional yang tidak memushi Islam.

Sepertinya Ummat Islam mendapatkan kesulitan untuk memulai dari mana akan masuk ke dalam pembahasan masalah kepemimpinan, dan secara tiba tiba saja Gubernur Jakarta Ahok membukakan jalan agar masalah kepemimpinan itu menjadi bahasan dibanyak pengajian dan tausiyah, Ahok mencoba memberikan wacana yang keliru tentang ajaran Islam, dan atas wacana Ahok itu bangkit secara bersamaan para dai dan ustad dan Kiyai seperti dipimpin derijen menyanyikan lagu yang sama. Walaupun ada juga lagu yang terasa kurang merdu karena suarapun tak artifisialis.

Lagu yang merdu itui selain mengikuti nada yang sesuai dengan nada yang disebut dalam al-Quran dan haddits, sedang lagu yang kurang baik artifisialisnya adalah lagu yang dapat dengan mudah difahami maksudnya, nadanya samar samar, bahkan diputar balik lagikanya. Barangkali itu pula yang dimaksudkan dalam al-Quran itu sebagai kelompok yang munafik, sikapnya tidak jelas dijadikan panutan. Al-Quran sebagai petunjuk bagi manusia diawal kalam (al-Baqoroh) ada yang ditujukan kepada orang yang beriman, ada yang ditujukan kepada orang kafir, dan ada juga yang ditujukan kepada orang munafik.

Jumlah ayat yang ditujukan kepada munafik jauh lebih banyak dibanding surat yang ditujukan kepada mukmin dan kafir. Mungkin karena sikap sikap kemunafikan tadi sangat mungkin membuat ummat ini terkecoh. Maka sesungguhnya rentetan pristiwa politik sejatinya dapat menghantar ummat Islam Indonesia mengalami peningkatan wawasan yang menghantar pada pemahaman yang kaafah (total). Bahaya aksi kemunafikan itu jauh lebih sempurna dibanding kekafiran. Ibarat menohok kawan seiring atau menggunting dalam ikatan, sesuatu yang sudah dapat dipastikan, namun demikian semudah itu juga kita mampu mengidentifikasi kemunafikan kelompok kelompok. Hanya satu patokan yang jelas dan tegas, serta mudah difahami yaitu adalah bahwa ikutilah ulama yang dibenci oleh orang kafir. Atau ada sesuatu yang keliru yang dilakukan oleh orang munafik sehingga mengundang simpati pihak yang membenci Islam, dan perlu dicatata, masih banyak orang kafir yang diam diam bersimpati kepada ketegasan Islam.


Keanekaragaman sikap politik bisa memperjelas keterpengaruhan politik karena politik sementara ini adalah masih merupakan sumber dari korupsi dan sikap fragmatis lainnya, sehingga nantinya ummat akan terbelah, apakah dengan keimanan dan keislamannya akan mewarnai politik sehingga sejalan atau mendekati atau setidaknya mengakui kebenaran politik Islam, atau sebaliknya juasteru mencari dalih membuat ummat menjadi bimbang serta menkaburkan pemahaman terhadap nilai politik Islam, dan menerima sikap fragmatis dan mempraktekkan politik sebagai sumber korupsi. Keterbelahan sikap seperti ini diharapkan mampu diantisipasi oleh para dai, dengan aktivitas dakwahnya yang tentunya nanti akan didukung sepenuhnya oleh para ulama yang konsisten dengan keislamannya. Yang manakala atas seijin Allah kebenaran mampu kita pertahankan maka bahagia adalah sesuatu yang menunggu bangsa ini secara kesuluruhan.




Maaf ... insya Allah disambung



No comments:

Post a Comment