Friday, September 28, 2018

DARI NASAKOM SAMPAI KE ISLAM NUSANTARA


TULISAN INI  tidak seserius judulnya karena dari judul itu memiliki rentang waktu yang sangat luas, melilit ke kanan dan kiri bahkan atas dan bawah, artinya membutruhkan sejumlah data yang cukup rumit karena hal ini sangat terkait dengan ijtihad politik plus ambisius yang meledak ledak dan kurang mempertimbangkan kanan kiri, walaupun biasanya berakhir teragis bagi sipemilik gagasan terutama manakala tak didukung kekuasaan, atau kekuasaan terlepas dari genggaman, dan lebih tragis lagi kesemuanya tak memiliki kemanfaatan yang dirasakan secara abadi bagi masyarakat Bangsa dan Negara. Nasakom adalah gagasan yang dijual oleh Presiden Soekarno sedang Islam Nusantara digagas dan diperjuangkan Said Agil Siraj sebagai Presiden NU.  Hanya saja bedanya bahwa Nasakom ditandai dengan benturan eksternal, sedangkan Islam Nusantara lebih menciptakan benturan atau bahkan keretakan internal Islam belaka.

<!-more->

Masyarakat Indonesia itu mungkin adalah masyarakat yang paling majemuk di dunia, sehingga harus merasa berkewajiban untuk berijtihad bagaimana caranya menciptakan sistem perekat yang akan dirasakan kesejukannya bagi semua pihak. Rata rata mereka mengalami kekeliruan yang fatal dan berakhir secara tragis karena gagasan itu bukan disetting kedalam konstitusi tetapi justeru akan dilebur dalam ideologi, atau agama atau kepercayaan, yang sesungguhnya bagi masing masing justeru ideologi, atau agama atau kepercayaan adalah merupakan sesuatu yang final. Sedangkan konstitusi juga adalah sesuatu yang dianggap final tetapi memiliki celah untuk bisa diperbahatrui. Upaya membuat perekat akan menjadi sedikit terhormat apabila tidak dilatar belakangi oleh keinginan untuk berkuasa, karena ambisi untuk kuasa justeru akan jatuh secara hina.

Soekarno kita catat sebagai tokoh yang memiliki ambisi untuk menyatukan keanekaragaman bangsa ini dengan menggatukkan antara Nasional-Agama dan - Komunis (Nasakom), sebelumnya tokoh yang berusaha merekat Bangsa  adalah HOS Cokroaminoto, KH. Agussalim dan masih banyak tokoh lainnya. Tetapi karena Soekarno adalah seorang Presiden yang memangku kekuasaan, jadi bukan hanya gagasan tetapi juga action program. Sayang terjadi pemberontakan demi pembrontakan yang dilakukan oleh pihak Komunis sehingga Soekarno sebagai pengusung gagasan ini sering direpotkan oleh pembelaan demi pembelaan agar keberadaan Komunis dapat selalu dipertahankan. Itulah sebabnya dengan penuh keraguan Soekarno tak mampu melakukan sesuatu ketika masyarakat menuntut pembubaran PKI Komunis, sementara beliau berkeinginan agar Komunis tetap eksis sebagai pembenaran atas gagasan yang menjadi kebanggaannya.

Nurcholis juga pernah tercatat sebagai tokoh yang berusaha menciptakan kompromi merekat bangsa dengan menciptakan  "Islam Yes, Partai Islam No", jelas ini gagasan yang tidak cerdas, gagasan ini sekedar menyenangkan hati Penguasa, yaitu Rezim Soeharto yang memang sedang berusaha memperkecil peran politik Islam dengan berbagai cara. Gagasan Nurcholis Majid dipastikan tidak populer, entah untuk siapa Nurcholis merumuskan gagasannya, nampaknya beliau ingin dicatat sebagai tokoh yang duduk manis di mata Soeharto. Tegas saja Nurcholis gagal.

Dengan segala keterbatasan pemahamannya terhadap Islam, Soeharto pernah juga bermimpi untuk menjadikan Aliran Kepercayaan sebagai perekat. Beliau memang seorang penganut Kejawen tetapi merasa sebagai Muslim sejati. Dan memang info yang beliau dapatkan bahwa Kepercayaan itu adalah sesuatu yang terdapat diseluruh wilayah Indonesia. Beliau nampaknya berharap antara Kepercayaan itu menyatu dengan agama, ada Kejawen yang dekat dengan Islam, dan di daerah daerah lain Kepercayaan itu dengan agama agama yang ada, sehingga perannya Aliran Kepercayaan menjadi perekat dari berbagai perbedaan. Aliran kepercayaanpun sebagai bidang binaan dari Kementerian Agama. Walaupun biaya program ini cukup besar dan bisa lebih besar lagi, dan buku buku pendukung sudah mulai beredar,  tetapi tetap saja masyarakat menolaknya. Dan Alira Kepercayaan dikeluarkan dari Kementerian Agama dan dipindahkan ke Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan. Aliran Kepercayaan bukan agama dan tak boleh mengarah ke agama baru. Suharto gagal memebuat perekat.


Lalu bagaimana  dengan Islam Nusantara yang konsepnya masih mentah, dan tampa dukungan literasi yang telah tersedia. Dengan demikian posisi Islam Nusantara sangat lemah untuk dijadikan perekat bangsa. Apalagi sejak awal telah dikatakan bahwa Islam Nusantara tidak seperti Islam yang telah diturunkan di Tanah Artab dan dalam Bahasa Arab.  Ini adalah awal yang buruk bagi penggagas, jika memang menginginkan label Islam sebagai prekat, seyogyanya internalk Islam dikokophkan dahulu, bukan sebaliknya justeru menciptakan keretakan dalam Islam, ketidaksukaan terhadap Arab jangan dijadikan jargon dalam berjuang, karena Islam tak terpisahkan dengan perkembangan Islam dan cara memahami Islam itu sendiri. Jika akan menulis tentang Islam maka bahasa Arab tak akan bisa ditidakkan.


Sulit membayangkan kajian terhadap Islam tampa memahami bahasa Arab. Menghindari penerbitan literatur dengan cara menghindari bahasa Arab dan literatur klasik yang ditulis oleh para ulama Arab atau dalam bahasa Arab menjadi hal yang nyaris mustahil. Studi Islam bukanlah dengan cara melihat politik Arab dan Timur Tengah pada perkembangan terakhir saja, ada keteladanan dari para ulama sambung menyambung atas petunjuk dan bimbingan Allah. Jangan sekali kali kita ingkari.

Jika gagasan Islam Nusantara ini hanya sekedar menyenangkan hati dan politik Rezim Penguasa di Indonesia yang kini dikomandani oleh Presiden Jokowi yang sudah melalui satu Periode, dan paling lama tinggal satu periode lagi. Untuk selanjutnya tak ada jaminan sikap politik Jokowi masih akan diteruskan oleh penguasa berikutnya. Lalu berapa buku yang bisa diterbitkan.

Atau Islam Nusantara adalah dalam mengapresiasi segala thesis Barat tentang Islam, jika dimaksudkan untuk untuk menyenangkan penganut thesis Barat tentang Islam, maka ini akan lebih parah lagi, akan lebih konyol  dari gagasan Nurcholis Majid. Dan Baratpun tahu bahwa thesisnya itu penuh jebakan, Bukan hanya Barat, ummat Islampun banyak tahu itu.  Penggagas Islam Nusantara harus berfikir jernih apakah gerakan ini merupakan gerakan fragmatis belaka, atau benar benar akan menciptakan perekat bangi bagi bangsa.

Bila benar benar akan menciptakan perekat bagi Bangsa yang majemuk ini, maka yang harus diformulasi ulang adalah konstitusi kita, bukan justeru Islam yang akan diformat ulang. Konstitusi harus menjadim eksistensi semua kelompok, fungsi Pemerintah adalah menjamin keterlindungan semua pihak, bukan dengan cara memihak kepada satu pihak serta memusuhi pihak lain. Secara bertahap regulasi yang ada diperbaiki sedemikian ruipa untuk keterjaminan semua pihak agar terjamin keberadaannya. Semua sama di mata hukum.

Pada saat ini keberpihakan Pemerintah kepada kelompok tertentu dan secara transparan memusuhi kelompok lain. Dalam formulasi konstitusi dan regulasi, maka bisa jadi yang harus diformat ulang bukan ummat atau rakyat, tetapi sesungguhnya justeru Pemerintah yang harus diformat ulang. Bukan ajaran Islam.

No comments:

Post a Comment