Saturday, November 16, 2019

BUNG NADIEM

BUNG NADIEM
(Sahat Siagian)

Masa depan khilafah ada di tanganmu, bukan di tangan Menhan, atau Menag, atau Mendagri.

Anda punya keleluasaan untuk membongkar masjid-masjid dari dalam sekolah, memastikan guru agama Islam berasal dari Islam Nusantara, menetralkan pakaian seragam para siswa, menyelenggarakan pendidikan budi pekerti dan kewarganegaraan sebagai sesuatu yang asyik, sebagaimana saya merasa asyik dengan layanan GoMassage.

Saya tidak terkejut ketika Jokowi mendudukkan Anda di kursi Mendiknas. Lelaki Solo itu memang doyan cwawak'an, suka-suka dia. Saya terkejut ketika Anda dengan tegas berkata siap dan malah merasa sedang menjalani hari yang sangat berbahagia pada hari Anda dipanggil ke istana Senin kemarin.



Beberapa kali saya ngobrol singkat dan ringan dengan Bunda Atika, perempuan Arab, Ibu Anda. Beliau jengkel kalau mendapati sebuah acara dibuka dengan doa agama secara umum, dan doa Islam secara khusus. Apa-apaan ini, sungut beliau.

Itu sebabnya saya tidak terkejut ketika tahu istri Anda beragama Katolik, dan anak-anak Anda dibaptis. Keterbukaan dan kebersukacitaan dalam bertuhan nyata hadir sebagai bimbingan dari air susu bunda.

Kepada Anda saya berharap akan masa depan Indonesia sebagai negara terbuka dan toleran di 5 tahun mendatang. Sebagaimana Anda mampu dengan cepat membimbing Gojek menjadi decacorn dalam waktu 5 tahun, sedemikian saya berharap untuk melihat siswa Indonesia yang lebih fasih bicara cinta ketimbang agama dalam waktu dekat.

Sekolah adalah payudara bunda. Sekolah adalah candradimuka gairah kebangsaan. Sekolah adalah laboratorium. Sekolah adalah dunia fantasi dan kreasi. Sekolah adalah sukacita sempurna dalam sejarah hidup seorang manusia.

Saya tahu kaum pejuang khilafah sedang gemetar sekarang. Wilayah kewenangan Anda membentang hingga ke perguruan tinggi. Saya berharap itu termasuk kewenangan tunggal untuk mengusulkan pemangku jabatan rektor ke meja Presiden.

Habiskan semua, Bung. Luluhlantakkan mereka. Bebaskan adik-adikmu dari penjara sumuk, dari kepengapan, dan dari sesak napas. Tinju tingkap-tingkap langit. Bongkar. Tidak boleh lagi ada yang menaungi pendidikan. Sebab belajar adalah sebuah upaya untuk membebaskan diri dari tahyul atau kepercayaan apa pun. Belajar adalah proses untuk tahu, bukan percaya.

Saya akan tidur malam ini dengan rasa adem, tentrem, membayangkan siswa Indonesia mendaraskan kidung cinta, kidung persahabatan, kidung penerimaan sesama, dan kidung kreasi mencipta jagad baru.

Anda bergairah, Bung ? Itu salah satu alasan saya untuk berdoa malam ini.
Diterima dari kiriman Grup WA.

No comments:

Post a Comment