Wednesday, October 23, 2019

MAMPUKAH JOKOWI MENYELESAIKAN PERPECAHAN PENDUKUNGNYA. BAGAIMANA SIKAP NU SEKARANG,

INI PERISTIWA memang sudah lama terjadi, ibarat berita maka terbasuk basi, tetepi mengingat masalahnya nampak semakin serius dan bahkan variabelnya semakin berkembang maka sangat beralasan bila kita menghawatirkannya, karena manakala terjadi pertentangan antar pendukung Jokowi, maka kegagalan dipastikan menanti, dan itu berarti kerugian harus dipikul rakyat secara keseluruhan, walaupun tidak tertutup kemungkinan sejatinya justeru ada pihak yang husteru sangat diuntungkan. Perebutan kursi kabinet diantara pendukung Jokowi paska Pemilu ternyata diperparah dengan ditariknya Prabowo ke barisan Kabinet Jokowi. Sesudah itu secara diam diam juga dalam waktu yang masih bersamaan pihak NU akan menjadi wajar kecewa setelah Kementerian Agama yang selama ini nyaris permanen menjadi jatahnya kini jatah itu trlpas ke tangan pensiunan Jendral, padahal kurang apalagi dukungan NU untuk kemenangan Jokowi selama ini.



Ternayata bohong, ketika digembar gemborkan dukungan terhadap Jokowi tampa transaksi, ternyata belakangan terkuak adanya transaksi di bawahmeja, bahkan lebih menjengkelkan, terbukti munculnya kisruh kisruh terkait bagi bagi kursi. Dan dikatakan bahwa para pendukung sejatinya memiliki latar belakang keinginan politis yang bukan hanya bermacam macam ragam, tetepi keinginan yang akan dipaksakan. Kributan yang diduga terkait pembagian kursi ini dramatis dipertontonkan para pimpinan politik kepada masyarakat umum, dan ini ternyata lebih sru lagi ternyata Gerindra yang dikenal sbagai pesaing Jokowi itu ternyata juga masih  mendapat jatah dua kursi, walaupun disindir sebagai masbu.. Dalam fikih Islam istilah masbuk adalah mereka yang datang terlambat, sindiran itu dikatakan bahwa mereka yang datang kemudian itu ternyata menduduki barisan depan.

Bagi masyarakat, terserahlah itu urusannya para politisi yang menganggap bahwa pemuka Partai telah sukses membelah masyarakat terbagi dua, dan kini mereka sukses bagi bagi kekuasaan. Hanya sartu harapan mereka  janganlah hendaknya mengorbankan masyarakat. Berita samar samar yang sangat menyakitkan mengatakan bahwa kurban pembunuhan massal tua muda, besar kecil di Papua tidak terlpas dari perpecahan para petinggi Partai, di mana. Bergabungnya sejumlah kelomok merah yang berniat menggoyang Jokowi lalu mengorbankan para pendatang di Papua. Utamanya orang Minang. Lirih Pemerintah bicara, peristiwa Papua jangan di besar besarkan itu pesan  Persiden Jokowi. Menangis batin ini menyaksikan respon ringan penguasa.

Kita alihkan pembicaraan kita tetang NU yang secara mata telanjangpun akan nampak bahwa NU secara all out membela habis habisan Jokowi, yang pemanasannya di mulai dari pembelaan Ahok pada saat diselenggarakan Pilkada Jakarta. Gagal di Jakarta, tetapi tak kebagian di Kabinet Jokowi yang baru. Bagi NU dalam Pilpres itu nampaknya sangat menyenangkan bila Kemenag itu diduduki kader NU. Tiba tiba Jokowi menunjuk Fachrurrozi sebanai Kemenag, yang nampaknya beliau lebih condong kepada Muhammadiyah. Dan memang kehadiran Fachrur Rozi di Kabinet serta merta disambut oleh Pimpinan Muhammadiyah, ada empat orang yang direspon, yaitu Muhajir Efendi, Nadiem Makarim, Fachrul Razi dan Juliari Batubara. Tetapi pesan yang diberikan adalah pesan kebangsaan, bukan pesan Kemuhammadiahan.

Ssungguhnya NU itu sudah memaksakan diri untuk kembali ke Khittah dengan meninggalkan Politik, NU bukan lagi Partai NU, tetapi sudah menjadi Organisasi Sosial Keagamaan Islam. Tetapi ternyata masih sulit bagi NU untuk meninggalkan dunia perpolitikan. Bagi saya sebenarnya hal yang lebih penting bagaimana NU mengupayakan pemeliharaan dan pengelolaan Lembaga pendidikan milik NU mulai dari Pesantren hingga Madrasah baik yang modern sampai ke pendidikan tradisional yang hingga sekarang masih eksisi.

Selakau masyarakat bangsa, kiuta berkeinginan agar pada hari ini akan lebih baik dari kemarin, bila masih sama berarti kita merugi dan bila lebih buruk maka berarti kita semua akan celaka.

No comments:

Post a Comment