Saturday, October 14, 2017

ISTIDRAJ VERSUS HIDAYAH

Munculnya gagasan menulis naskah yang jauh dari sempurna dan bahkan tidak memiliki daya taraik sama sekali ini muncul setelah ada obroilan iseng dengan Ust. Muslimin. Beliau adalah dosen Fakultas Ushuluddin UIN Rd. Intan Lampung Jum'at 13 Oktober 17 lalu yang berceritera tampa sengaja tentang tekadnya ingin melanjutkan S3 di Maroko. Saya tanya apa rencana Disertasi yang ingin ditulisnya, Beliau mengatakan tentang perkembangan spiritualitas masyarakat bekas jajahan. Begitu beliau menyebutkan thema yang akan ditulis, maka spontan saya memang menghawatirkan munculnya praktik spirit yang bisa jadi pseudo agama, mengingat banyaknya tokoh berpengaruh yang mencari lopatan, yang sesungguhya mereka adalah tokoh fragmatis. Tetapi karena mereka pimpinan agama, maka dipastikan mereka berlindung dibalik kedok spiritualitas, untuk mengelabuhi sikap fragmatisnya yang kurang simapti, atau mereka akui senagai sikap politik, ketika kehabisan kata kata.

Diantara tokoh yang faragmatis dan culas dalam bersikap, terutamasikap politik maka yang paling berpengaruh adalah mereka yang kemungkinan adalah mendapatkan ujian istidraj. Ya, .... istidraj sangat  kita khawatirkan justeru berhasil dikagumi generasi muda kita yang semakin hari semakin materialistik itu. Tokoh yang berhasil padahal mendapatkan istidraj yang nantinya akan mendapatkan hukuman yang menyakitkan itu sejatinya tak boleh menjadi idola oleh terutama bagi generasi muda.Tetapi sangat mung generasi muda mengidolakan seseorang yang sesungguhnya sedang mendapatkan itidraj.

Apa itu istidraj, yang saya ketemukan di Kitab Al-Hikam Karya Al Imam asy Syeikh Ibn Athailam as Sakandari yang disadur oleh Djamaluddin Ahmad Albuny diterbitkan oleh Mutiara Ilmu Surabaya. 2010, halaman 159, dikatakan bahwa istidraj adalah kelapangan rejeki dan nimat lainnya yang diberikan kepada seseorang yang sesungguhnya sedang ingkar kepada Allah. 

Perkembangan akhir akhir ini ketika kosntalasi politik meningkat terutama pada saat Pilkada Jakarta 2017 yang lalu terlebih terkait kasus penistaan agama yang dilakukan oleh Gubernur DKI Ahok, Tidak sedikit mereka yang membela Ahok. padahal mereka dikenal sebagai tokoh Islam, yang mengejutkan belakangan ternyata hakim mempersalahkan Ahok, dan dalam waktu bersamaan berarti membenarkan tuntutan para pihak dari komunitas Muslim, lalu bagaimana dengan mereka yang membela, baik di luar persidangan maupun saksi saksi pakar agama dalam persidangan. 

Keadaan yang demikian itu jelas akan membuat ummat ini terbelah, ini akan menjadi diskusi panjang. kekalahan Ahok dalam Pilkada dan dihukum bersalahnya Ahok di persidangan oleh para hakim, itu bukan kahir dari manuver perpolitikan. Untuk kepentigan politik itu maka bukan tidak mungkin berbagai kisah sukses para pembela Ahok yang dilakukan oleh sejumlah tokoh yang dianggap Pemimpin Islam sejatinya adalah istidraj, yang ditandai oleh banyaknmya pengikut, serta kemewahan duniawi lainnya.

Bukan tidak mungkin kisah perlawanan mereka itu justeru dimanfaatkan sebagai catatan kisah sukses, padahal  secara kasat mata nampak memberikan perlawanan atau bertentangan dengan apa yang kita tahu sebagai petunjuk Allah, baik al-Quran dan haddits. Jangankan dengan petunjuk Tuhan, dengan pendapat para hakimpun bertentangan, tetapi bisa saja  justeru yang mereka tonjolkan sisi keberhasilan, karena memenag istidraj itu ditandai dengan banjirnya kenikmatan. Tetapi kenikmatan yang sesungguhnya sebagai hukuman bagi mereka. Memang Allah mengancam mereka mendapatkan hukumna yang sangat pedih, tetapi sebelumnya mereka akan nampak lkebanjiran nikmat, karena istidraj adalah memberikan nikmat kepada orang orang yang ingkar kepada Allah.

Tetapi manakala penulis memutar balikkan fakta, maka dengan kebrhasilan dan kebnajiran nimat Allah digambarkan oleh pemilik informasi yang yang pada saat ini para penulispun banyak sejatinya adalah penulis yang tidak netral, mereka ada kecendrungan terhadap aliran atau golongan tertentu. Pujian habis habisan terhadap tokoh kontroversi Gus Dur ternyata bukan semata kekaguman mereka terhadap sikap politik Gus Dur,tetapi nampaknya ada maksud tertentu untuk memecah ummat Islam, sehingga mereka gemar mendorong keyakinan bahwa Gus Dur adalah seorang Wali. Ini status yang tak pernah diakui oleh Gus Dur sebagai pemilik nama itu. Karena Gus Dur sendiri yang mengatakan bahwa sikap kontroversinya itu adalah demi kepentingan politik. Jika itu memang benar pertimbangan politik maka tentu saja kita tak boleh berharap akan menyelesaikan masalah, karena dia akan memperlebar masalah itu.

Gus Dur akhirnya akan banyak dirugikan oleh para penulis yang ingin membonceng populeritasnya. Sikap murni politik Gus Dur sering ditafsirkan sebagai sikap keagamaan. Nantinya akan banyak orang yang dimanfaatkan oleh penulis dengan berbagai tujuan yang sama sekali bukan membela agama Allah, tetapi sebaliknya. Mereka tak segan segan memuji muji orang yang sejatinya sedang mendapatkan istidraj, nampak dari luar mereka kebanjiran nikmat Allah. Lalu mereka mencari cari bahan tulisan dari berbagai sikap mereka yang sejatinya tidak mematuhi aturan Allah. Tetapi melalui tulisan yang berlatar belakang sucses story dan ini adalah peluang berbagai pihak yang justeru menginginkan keruntuhan Islam. Bersembunyi dibalik kesuksesan duniawi seseorang, sikap perlawanan kepada Allah justeru berubah menjadi keteladanan, melalui para penulis yang berlatar belakang politis dan ketidak bersahabatan kepada Islam.

Saya tidak memiliki kemampuan apakah Bapak Muslimin dalam menyelesaikan Disertasinya nanti akan disibukkan dengan simpangsiurnya analisis setengah matang yang menjadikan keberhasilan istidraji yang diseleundupak dalam sucses story secara licik atau bagaimna, tetapi saya akan tetap berharap tulisan itu justeru berhasil menelanjangi upaya busuk para penulis yang sejatinya perpanjangan para orientalis sehingga ummat Islam salah dalam meneladani para tokoh fragmatis, atau memutar balikan fakta sehingga keculasan berubah menjadi keteladanan, sehingga memiliki akibat ganda yang sangat merugikan, seperti nasib Gusdur dengan ijtihad politiknya yang justeru digiring menjadi sikap theologis. Secara pribadi Gus Dur dirugikan, secara theologis ummat disesatkan.

Maka akan lebih berbahaya lagi manakala benar benar diketemukan objek dan contoh politik manakala ada seseorang yang banyak pengikutnya diputar balikkan fakta kekeliruannya yang dalam waktu bersamaan sedang memiliki kebanjiran nikmat seperti yang digariskan sebagai istidraj itu. Dengan demikian tidaklah berlebihan manakala kita berharap akan bermunculan media Islam yang mampu mempublikasikan tulisan bermutu, senagai hasil penelituan yang didukung fakta fakta lapangan, dan bukan hanya opini atau mop politik yang bernilai hoak. Dan lebih dari itu secara pribadi Bapak Muslimin dalam menyelsaikan disertasinya berhasil menelanjangi tulisan yang sekarang bertebaran, sebagai seolah sikap spiritualistik yang disulap menjadi preudo agama, padahal sesungguhnya itu adalah istidraj. Dan sekaligus pula bahwa spiritualisme Islam adalah sesuatu yang mengandung hidayah, dan ummat memliki pegangan dalam menilai dan meneladani spiritual yang berhidayah itu. semoga.
Bandar Lampung, Sabtu 14 Oktober 2017, 

No comments:

Post a Comment