Sunday, July 8, 2018

MENEBAR KEBOHONGAN MALAPETAKA DAN SEKALIGUS PELAJARAN.



UMMAT ISLAM INDONESIA NAIK KLAS, Saya merasakan kenaikan kelas yang paling dahsyat itu setidaknya dua kali, pertama ketika terjadi peristiwa pemberontakan G 30 S PKI, yang kedua ketika terjadi penistaan agama yang dilakukan oleh Ahok yang pada saat itu menjabat sebagai Gubernur di Jakarta. Dua pertistiwa ini sesungguhnya menjadi pristiwa pendidikan bagi saya suatu pendidikan yang dahsyat, terus terus terang, sangat mempengaruhi sikap saya, dalam bermasyarakat, berbangsa dan beragama. Namun demikian sebagai warga negara yang masyarakatnya majemuk, maka saya harus mematuhi aturan apapun yang berlaku, Saya harus berada pada percaturan yang tak henti. manakala lengah akan digilas oleh perjalanan sejarah yang tak kenal belas kasih. Gagasan dan politik PKI masih akan kembali walaupun dengan bju yang lain. Demikian juga dengan apa yang dilakukan Ahok, nanti akan ada yang melanjutkannya dengan modus yang lebih kreatif. Memang kerugian besar akan mnimpa ummat Islam, tetapi yakinlah ada juga manfaatnya, ada juga yang naik klas karenananya.

Juga yang bisa membuat kita naik kelas, adalah kmunculan Pendeta muda yang bernama Syaifuddin Ibrahim yang mengaku murtad dari Islam, walaupun belakangan diketahui bahwa yang bersangkutan memang telah disiapkan menjadi pendeta sejak masa kanak kanak dengan berbagai gerak tipuan. Terlepas dari itu yang ingin saya katakan bahwa pendeta yang satu ini mengaku telah memurtadkan ribuan ummat Islam, dan itu adalah musibah, tetapi kita berharap dibalik musibah ini akan ada hikmah yang diterima oleh ummat Islam.

Terus terang sebagai penganut Islam kita akan tergetar mendengar serangan yang dilancarkan pendeta ini, karena nampaknya pendeta yang juga mengaku Alumni Ushuluddin dan sempat mengabdi di Pesantren, akan menbangkitkan praduga bahwa beliau  memahami ilmu keislaman. Tetapi bukankah pengakuan saja tidak cukup, hatta telah menunjukkan bukti administratif dalam bentuk ijazah dan lain sebagainya, kebenaran itu masih harus dibuktikan dari kebenaran ucapannya sebagai seorang akademisi.

Ternyata tidak demikian yang ditunjukkan oleh Syaifuddin Ibrahim, karena semakin pendeta muda ini banyak bicara semakin terbuka kedangkalan pengetahuannya, beliau tidak lebih dari mengutip kaji lama yang dilakukan dan dibicarakan pendahulunya. Sehingga kita akan kesulitan untuk naik kelas melalui kebohongan kebohongan Syaifuddin Ibrahim. Namun demikian kita memiliki kesempatan naik kelas dari apa yang disampaikan oleh para ulama yang berusaha menjawab dan menjelaskan kebohongan kebohongan itu.

Pristiwa pemberotakan PKI yang berseri itu dilakukan dengan cara menebarkan kebohongan sebagai pendukung uapaya mereka merebut kekuasaan, apa yang dilakukan oleh Ahok dan Ahokers juga menebar kebohongan untuk menyingkirkan Islam dari dunia politik. Biasanya kebohongan kebohongan itu mendapatkan sambutan dari kelompok munafik.

Memang dukungan para munafikun kepada pihak yang ingin menyingkirkan Islam di Indonesia selalu saja akan membuat kita bimbang, tetapi ada rumus yang paling gampang digunakan, Kita dengan mudah bisa mengenali dan mengikuti ulama yang benar benar warosatul anbiya, ulama yang harus diikuti adalah ulama yang paling dibenci oleh kelompok kafir dan munafik. Untuk mengetahui siapa ulama yang paling dibenci olh kafir dan munafik, kita akan dapat menemukannya dalam kejapan mata, tidak membutuhkan metodelogi yang ribet.serta teori yang pelik. Merapatlah kepada ulama yang paling dibenci oleh kafir dan munafik. Karena kafir dan munafik akan mengumumkan sendiri siapa siapa yang mereka benci itu.

Oleh karena itu seyogyanya kita tidak menyukai dan menyebarlauaskan semua kebohongan yang disebarkan oleh para kafirun dan munafikun, karena manakala kebohongan itu disebut sebut dan disebar sebarkan maka akan berpeluang untuk berubah dikira merupakan sebuah kebenaran. Adalah tugas kita menebarkan kebenaran, untuk memudahkan kita bersama suadara kita untuk bisa naik kelas dalam beragama, hingga memungkinkan mencapai derajat yang takwa.  Insya Allah.




No comments:

Post a Comment