Sunday, December 23, 2018

ADU KEISLAMAN PARA CAPRES.

TIDAK KURANG DARI SEORANG JOKOWI sebagai calon Petahana dalam Pilpres yang mengatakan janganmembawa bawa agama dalam berpolitik, kata yang masih tak jelas batasannya itu tentu saja sebagai sesuatu yang profokatif. banyak ulama yang kecewa dengan pernyataan Jokowi, mengingat beliau sebagai Presiden, dan ini berarti akan ada kerja keras ulama untuk mengantisipasi pernyataan bernada permusuhan yang justeru datang dari Presiden. Menurut ulama Agama adalah sebagai tuntunan, bukan permasalahan.
Tetapi bagai menjlat ludah layaknya, ketika memasuki tahap kampanye untuk pemilihan ulang sesuai konstiotusi Jokowi justeru menjadikan agama sebagaio manuver politiknya. Tokoh yang gemar dan mahir pencitraan itu seperti memang telah dipersiapkan sejak awal akan mempertontontonkan keterampilan beribadah, diberbagai tempat dan kesempatan stafnya mengupayakan bliau muncul sebagai imam sholat, yang belakangan ternyata dimaksudkan sebagai upaya mendapatkan pengakuan akan keterampilan itu.



Sayang Jokowi yang ternyata Nyapres untuk kali kedua ini seperti salah langkah ketika sejumlah ulama yang memimpin unjukrasa dalam jumlah sekitar tujuh jutaan itu justeru dihindarinya. Sepertinya beliau menghindari untuk berjanji dengan ummat melalui kepemimpinan para ulama, pada saat itu, upaya Jokowi mwnghindar jeas di batin ulama dan ummat bukanlah isyarat perdamaian. Dan memang beberapa indikasi menunjuk kabnaran apa yang dirasakan oleh ulama dan ummat.

Gagasan Tim Sukses Jokowi  sbagai   Calon petahana nampaknya merupakan strategi yang memang sudah lama dan sejak awal dirancang, untuk kemungkinanya mengadu kesolehan di dimata umum. seolah ada rasa optimis akan kunggulan Jokowi manakala adu kesholehan itu benar digelar.
Walaupun tidak ada tuntutan dari ummat Islam  akan mengadu kesolehan dari kedua calon itu, gagasan itu jusateru muncul dari pihak Jokowi.

Yang dituntut oleh ummat Islam itu adalah keberpihakan dan berkeadilan. adil dalam menegakkan kebenaran, adil dalam menegakkan hukum, itu saja. Kelebihan dari Prabowo selama ini adalah kesanggupan menandatangani kesepakatan yang diajukan para ulama.  Kalau seandainya Presiden Jokowi juga memiliki kesanggupan menandatangani kesepakatan yang sama atau bahkan lebih banyak lagi, bukan tidak ada keuntungan keuntungan yang diraihnya, terutama bagi mereka yang hingga saat ini belum secara tegas menjatuhkan pilihannya.   Tetapi begi mereka yang sudah memfinalkan pilihannya, akan kecil sekali kemungkinan akan berubah.

Upaya pencitraan kesalehan Jokowi yang selama ini dipamer pamerkan akan kecil sekali pengaruhnya bagi mereka yang merasa dikecewakan. Serapih apapun pencitraan itu, justeru mengundang sinis yang tak terbendung. Demikian juga sebaliknya kejujuran Prabowo bahwa masih banyak mereka yang pantas jadi imam dibanding dirinya. Dan beliau tidak suka dengan rekayasa dan pencitraan.

Sebagai anak bangsa yang kita harapkan keada kedua tim yang bersaing, bersainglah secara ellegan, berpijaklah pada dasar kejujuiran, kebenaran dan keikhlasan. Hindarilah pencitraan dan trik tipuan lainnya. Ikutlah berusaha mencerdaskan bangsa, agar kebenaran akan ikut tertegak, sehingga bangsa kita akan menjadi bangsa maju, dan sekaligus memberikan rasa nyaman.

No comments:

Post a Comment