Monday, December 24, 2018

KELOMPOK MINORITAS ULAI MENGANCAM MYORITAS PRIBUMI

YOUTUBE YANG DITERBITKAN oleh IQROQ 212 channel ini saya putar berulangkali dan saya mencoba merenungi akan isinyasehingga saya hampir menarik kesimpulan berdasarkan keyakinan yang bersandar kepada sejumlah premis yang beredar dari berbagai pihak yang meooba  menganalisisnya dengan bersih, menyimpulkan bahwa mayoritas pribumilah yang sekarang terancam. Banyak tulisan sebelumnya yang menyimpulkan bahwa minoritas pendatang asal China keberadaannya seolah sangat terancam keselamatannya oleh kesewenangan utamanya mayoritas muslim, sehingga mayoritas Muslim sangat pantas untuk dimaki maki sebagai kelompok yang intoleran, anti NKRI, anti Pancasila. Dalam youtube memuat konten bantahan karena justeru sebaliknya bahwa Muslimlah yang sedang terancam di Indonesia.



Kesempatan Ahok keturunan China menjadi Gubernur Jakarta sepeninggal Jokowi yang memenangi Pilpres.


Copy :
MINORITAS TAKUT !?
JUSTERU PRIBUMI YANG KETAKUTAN
KARENA SEBENTAR LAGI, CINA MENGUASAI POLITIK NASIONAL. 

Minoritas Takut?! Justru Pribumi yang Ketakutan karena Sebentar Lagi Cina Menguasai Politik Nasional

Djoko Edhie

Justru Pribumi Ketakutan, Jawaban Untuk Yusri Usman

Terbalik, Yusri Usman menyebut "minoritas takut" (baca tulisannya). Di Indonesia, Cina menguasai 80% lebih ekonomi nasional. Sebentar lagi Cina menguasai politik nasional.



Yang ketakutan justru pribumi, yang Islam. Cina mah sangat berani, bahkan panggil Gubernur NTB si Tiko (tikus got kotor). Nine Swords menguasai preman, polisi, tentara dan birokrat.

Bahkan taypan yang menentukan Jokowi jadi presiden atau tidak. Ahok malah boleh ngamuk-ngamuk sambil teriak maling dan taik di televisi. Pribumi mana berani begitu. Takutlah. Cina berani. Jadi keliru berat kalau minoritas dimaksud takut.



Tak ada asumsi itu. Kalau pribumi bikin ulah, tak bisa kabur ke mana-mana. Kalau Cina, bisa kabur ke Tiongkok kapan saja berikut dengan hukum Ius Sanguinis-nya. Bahkan pemerintahan Xi Jinping telah membuat UU Proteksi China Overseas tahun lalu untuk melindungi hoaqiau.

Tak ada data ketakutan yang dimaksud Yusri Usman. Setidaknya, tak saya temukan.

Pribumi Islam memang menang jumlah. Tapi kere, pecah belah, saling mengkhianati demi fasilitas dari Cina.

Tokoh-tokohnya dikasih makan Cina. Anak mudanya, tak ideologis. Orientasinya duit, perut, hedon, borju, dan short cut. Dikasih makan Cina lagi.

Di mananya data yg menyebut minoritas takut? Tak ada. "Rang Ngarang" kata orang Madura.

Saat ini, statistik Kompas menunjukkan jumlah hoaqiau di Indonesia 7.900.000 tahun 2009.

Hasil survei nasional BPS tahun 2014, jumlahnya meningkat menjadi 12 juta lebih. Sebanyak 2 juta lebih di Jakarta. Makanya jika ditambah hunian 1.860.000 Pulau Reklamasi Pulau G doang, sekurangnya bertambah 2 juta orang, menjadi 4 juta hoaqoau di Jakarta.

Konsekwensi logisnya tiap pilkada DKI Jakarta, niscaya dimenangkan Cina sampai akhir zaman, seperti Singapore. Apalagi Xi Jinping sudah pasang planning OBOR (one belt one road one china - satu sabuk satu jalan satu Cina). Neocortex warfare dan proxynya sudah siap.

Paradoks menurut saya memasang peran NU untuk mendukung Cina mengambil alih Jakarta, lebih jauh Indonesia, tapi dengan jargon NKRI.

Apanya yang NKRI, wong negaranya diserahkan kepada Cina. Paradoksal. Di mana hubbul wathon minal iman-nya? Hoax!

Pribumi yang mayoritas itu kini ketakutan dari kooptasi Cina. Tanah pertanian 78% manurut MS Ka'ban dikuasai Cina. Seluas 74% tanah produktif Jakarta dikuasai Cina dalam bentuk hak milik.

Sebanyak 80% lebih sektor keuangan menurut Salamudin Daeng, dikuasai Cina. Asset 4 orang Taipan sama dengan asset 100 juta penduduk Indonesia, kata Prabowo Subianto dalam "Paradoxs Indonesia", 2017.

Mengerikan neo imperialisme itu. Lebih hebat daripada VOC. Kalau takut mati, itu tak ada masalah. Semua orang pasti mati takut atau tidak, dan maut adalah hak tiap orang. Melainkan takut dijajah. Itu subtansi.

Teror terhadap pribumi islam dari Cina sangat luar biasa. Dituduh radikal, ditembaki sniper, dikriminalisasi, dinyatakan anti Pancasila, intoleran, tidak bhinneka tunggal ika, et cetera yang terbit dua tahun belakangan.

Sori Bro, saya tak melihat data yang disebut "minoritas ketakutan". Tapi sebaliknya. [tsc]

Oleh Djoko Edhi Abdurrahman, SH
Wakil Sektetaris Lembaga Penyuluhan dan Bantuan Hukum Nahdlatul Ulama

No comments:

Post a Comment