Tuesday, December 4, 2018

PENGUASA YANG MISKIN PUJIAN



FILM KERAJAAN yang sempat saya tonton para raja selalu dhujani pujian, "Ampun Tuanku Patik Berdatang Sembah ....  " Sebelum seseorang menyampaikan apa yang harus disampaikan kepada raja maka harus dibuka dengan ucapan maaf ...,  karena apapun yang dilakukan dan dan diucapkan adalah kesalahan semata mata, dan memposisikan sebagai makhluk hina yang bernama Patik, Patik adalah anak anjing jelek yang penyakitan .... sehingga tak pantas berdatang sembah kepada raja. Karena bertahun kita dipimpin oleh para Raja Raja ... ganti berganti sehingga masih membekas, sehingga kalaupun kita telah membentuk Indonesia ini sebagai Negara Republik dan bahkan tercatat sebagai Negara yang mengalami kemjuan besar dalam bidang kedemokrasian. Nasib pemimpin di negara Demokrasi akan mengalami miskin pujian.

Setidaknya saya mencatat dalam forum diskusi ILC telah dua kali ada pendukung rejim penguasa menegur narasumber akademisi untuk memposisikan diri benar benar di tengah tengah, sehingga penguasapun tidak kehilangan dan bahkan merasa mengalami kemiskinan pujian, mereka yang lupa menyampaikan pujian kepada penguasa. Rocky Gerung sebagai pengamat politik mengaku kesulitan mendapatkan alasan untuk memuji penguasa Republik ini, sementara Efendi Gazali berputar putar bicara mengatakan bahwa beliau tak lupa menyampaikan pujian, walaupun keritiaknnya memang jauh lebih pedas. Kira kira demikianlah posisi pendukung penguasa bisa boleh digambarkan.

Padahal tidak ..., puja puji setinggi langit sebenarnya telah menjadi konsumsi umum, apatah lagi sering disertai dengan klik pencitraan tentang kesederhanaan, kemanusiaan dan bahkan kesholehan telah secara sengaja dipertontonkan kepada khalayak umum. Dekatnya kepada rakyat kecil bahkan anak anak, menaburkan hadiah kepada kerumunan kerumunan atau mereka yang brpapasan dan menunjukkan kekecilan diri, beliau tak segan segan melemparkan hadiah, karena kebiasaan beliau mempersiapkan hadiah manakala akan bepergian ke tempat tempat yang memungkinkan jumpa dengan para jelata.

Dan yang lebih dahsyat beliau selaku pemimpin tertinggi di  Republik ini ternyata memiliki kebiasaan sebagai Imam Sholat. Proses seseorang yang menjadi imam sholat di musholla kecil saja, mengalami proses yang demikian panjang. Muali dari keseharian dalam berprilaku, kelurusan dalam membaca al-Quran, pengetahuan yang cukup mendukung dan banyak lagi yang lainnya. Dan pimpinan kita telah sampai ke tempat yang sangat terhormat itu.   Sayang tibanya beliau ke Pengimaman dalam pelaksanaan sholat tidak didukung dengan kemampuan pengucapan lafal bacaan al-Quran, sehingga bukan pujian yang didapat melainkan kekecewaan, karena merusak kekhusukan  serta kesucian ibadah sholat, karena sholat dijadikan ajang pencitraan, dan hasilnya jelas adalah kelangkaan pujian.

Demikian sulitnya ummat Islam menuntut pewrlakuan yang adil dari rejim penguasa, sulit bagi Efendy Gazali mencarikan alasan mengapa jamaah reuni 212 itu bersedia bersusah payah mendatangi monas, selain tenaga juga membutuhkan waktu dan biaya yang tidak sedikit. Lalu dihina, diejek dan dicaci sebagai demo bayaran rendah Rp.100.000 perorang sungguh suatu hinaan yang luar biasa, belum lagi dari segi jumlah monitor pemakaian HP di sekitar Monas menunjukkan angka 13 juta pemaskaian nomor HP pada saat berlangsungnya acara itu, tetapi berbagai survey menyebutnya hanya dihadiri oleh beberapa ribu saja, bahkan tidak lebih dari peserta senam poco poco yang diselenggarakan oleh Jokowi. Dan yang lebih hebat lagi adalah seorang pejabat yang meminta diludahi mukanya, bila reuini 212 dihadiri oleh lebih dari seribu orang.

Upaya untuk menggagalkan reuni ini telah dilaksanakan melalui berbagai jalur dan berbagai cara, termasuk menggunakan mulut dan pemikiran alumni 212 yang sekarang merepat ke Pemerintah. Tetapi pristiwa yang paling menjijikkan adalah kesepakatan media massa untuk tidak menyiarkan pristiwa langka di dunia ini, karena menyembuynyikan pristiwa ini akan tercatat sebagai sesuatu yang lebih buruk dari pembodohan bangsa. Lalu dengan alasan apa pula kita marah karena miskinnya puji puja,

No comments:

Post a Comment